Eren
8 min readNov 29, 2024

eyes to eyes

“Baba.. mau ikut..” rengek melas sikecil bergelayut manja pada Seth.

“Nggak bisa, kan adek sekolah… nanti kalau libur baru boleh ikut Baba…” ucap Java lembut sambil menarik pelan putra kecilnya.

Namun justru pelukan itu semakin mengerat, Zion tak ingin melepaskan ayahnya itu, buat Java menghela nafas pelan.

“Dadda aja ikut, masa adek tinggal.. Dadda sama Baba nggak sayang adek lagi..”

Seth menghela nafas pelan, ia angkat tubuh putra kecilnya itu kedalam gendonganya.

“Baba sama Dadda sayang sama adek, jangan bilang gitu ya? Adek mau liat Dadda sedih? Mau liat Dadda nangis?” Tanya Seth lembut, memberi pengertian pada putra kecilnya itu.

Sikecil menggeleng pelan, buat Seth tersenyum senang.

“Minta maaf sama Dadda.” Titahnya.

Sikecil mengangguk lalu menatap pada Java, “Dadda maafin adek ya… adek sayang Dadda…”

Java mengangguk sambil tersenyum, lalu mengusap lembut surai legam putranya itu.

“Dadda juga sayaang banget sama adek, kalo gitu adek gapapa ya Dadda sama ayah tinggal sebentar? Nanti Dadda janji deh bakal bawain mainan baru, atau apapun yang adek mau… deal?” Tanya nya.

Namun sikecil tak menjawab, nampaknya ia masih berat melepaskan keberangkatan kedua orang tuanya itu.

Seth dan Java pun saling menatap, nyatanya mereka juga tak tega untuk meninggalkan putra kecilnya itu untuk perjalanan bisnis kali ini.

Good morning…

Jerremy dengan pakaian rapi nya itu turun, menghampiri Seth, Java, dan keponakan kecilnya itu.

Good morning Buba..” balas sikecil dengan nada lesu.

Menyadari ada yang janggal dengan intonasi itu, buat Jerremy berinisiatif bertanya.

“Kenapa ini, kok lesu?” tanyanya.

“Baba sama Dadda mau pergi, tapi nggak ajak adek…” jawab sikecil.

Jerremy terkekeh lalu sedikit menunduk, mensejajarkan tinggi badannya dengan pria kecil yang tengah digendong itu.

“Nggak apa-apa dong, Baba dan Dadda kan perginya cuma sebentar karna ada urusan. Lagian adek masih punya Buba disini, Buba bisa jadi temen main adek…”

Zion diam, tampaknya ia masih berat hati.

“Nanti nggak ada yang bikinin nasi ironman buat adek..”

Jerremy tiba-tiba terdiam, ia tak bisa mengelak untuk hal satu itu. Jerremy memang tak pandai dalam urusan memasak apalagi menghias makanan untuk anak kecil.

“Bubu bisa buatin kok, mau ironman, superman, atau spiderman? Bubu bisa buatin sekarang.” Shion tiba dengan sebuat paperback besar ditangannya.

Java menghela nafasnya lega, Shion datang disaat yang tepat.

“Bubu?”

“Hai…”

“Bubu bawa apa itu?” Tanya sikecil terfokus pada paperback besar itu.

Shion kemudian mengeluarkan isi paperback itu, buat sikecil spontan melompat turun dari gendongan ayahnya.

“Lego itu buat adek, kalo adek mau tinggal disini bareng Bubu.” Ucapnya.

Zion langsung melirik pada kedua orangtuanya, anak itu mulai nampak goyah sekarang.

“Nanti hadiahnya ditambah, adek tinggal bilang mau apa, nanti Dadda beliin.”

“Janji?”

Seth dan Java kompak mengangguk sambil tersenyum, buat anak itu yakin dengan keputusannya sekarang.

“Yaudah deh, adek mau tinggal disini. Tapi janji jangan lama-lama!”

Seth dan Java terekeh pelan sambil mengangguk, kemudian memeluk putra kecil mereka itu.

“Janji ya sama Dadda, jangan nakal. Nurut sama Bubu…”

“Iyaaa Dadda..”

“Yaudah Dadda sama Baba berangkat dulu ya? Dadda love you so much, baby.” Java peluk putra kecilnya itu erat lalu ia cium pipinya sayang.

Love you more, Dadda..”

Java dan Seth pun berpamitan kemudian berangkat menuju bandara.

“Biasanya emang gini?” Tanya Jerremy pada Shion.

Shion menggeleng, “biasanya Java tinggal buat nemenin Zion.” Ucapnya.

Jerremy mengangguk paham, kemudian beralih menatap keponakan kecilnya itu.

“Buba, mau kemana?” tanya sikecil saat lihat bagaimana penampilan Jerremy yang rapi.

Jerremy tersenyum, “mau anterin adek, kan adek sekolah hari ini.” Ucapnya.

“Hayoloh, adek belum mandi nih. Ntar telat datengnya, dihukum bu guru.”

“Bubu…”

Shion terkekeh, “minta temenin Buba dulu ya? Bubu mau siapin bekal adek, tadi katanya mau nasi ironman kan?”

Zion mengangguk pelan, kemudian bergegas menuju kamarnya untuk segera bersiap sekolah.

“Semangat…”

Shion tersenyum sambil mengangguk, “semangat juga, Buba.”

Senda gurau terdengar dari kursi belakang, gelak tawa renyah turut Jerremy dengar. Jerremy tersenyum kecil, sambil terus fokus pada kemudinya, bawa mereka pada sebuah bagunan besar yang menjadi tempat keponakannya itu bersekolah.

Sebuah gerbang besar terbuka lebar saat sedan miliknya melaju masuk kearea bangunan itu.

Jerremy sedikit gugup saat ini, karna ini kali pertamanya keluar kemuka publik setelah lama mendekam dibalik jeruji.

“Kenapa sayang?”

Jerremy tersentak saat mendengarkan pertanyaan Shion, namun kemudian ia sadari pertanyaan itu bukan untuknya, melainkan untuk keponakannya yang kini tampak murung dibelakang.

I miss Baba and Dadda…” ucapnya.

Jerremy dan Shion saling melirik, kemudian Jerremy turun lalu membukakan pintu. Ia rentangkan tangannya sebagai isyarat agar anak itu naik kegendongannya.

“Sini, Buba antar sampai kelas.” Ucapnya.

Anak itu langsung melompat kedalam gendongan Jerremy, “ayo tunjukin Buba, dimana kelasnya.” Ucap Jerremy sambil menggendong tas Zion dipundaknya.

“Kesana, digedung itu.” Tunjuknya.

Jerremy pun berjalan sesuai arahan yang anak itu berikan, sementara Shion ikut berjalan disampingnya.

Sesampainya didepan pintu kelas Zion, Jerremy turunkan anak itu dari gendongannya seraya merapikan seragam anak itu yang tampak sedikit lusuh.

“Belajar yang rajin, nanti pulang Buba jemput, kita makan ice cream.” Ucapnya.

Anak itu mengangguk antusias, “janji ya?”

“Iya, Buba janji.” Ucapnya.

“Okey, adek sayang Buba.”

“Cuma Buba aja nih yang disayang?” Shion ikut jongkok menatap pria kecil itu.

“Sayang Bubu jugaa… udah yaa adek masuk dulu, dadahh…” anak kecil itu pun masuk sambil melambaikan tangannya kearah Jerremy dan Shion.

Buat dua orang itu terkekeh pelan, anak kecil itu memang sangat lucu, walaupun terkadang mereka bisa membuat kesal.

“Kamu mau kemana habis ini?” Tanya Shion.

Jerremy tersenyum sambil menatap langit, “pengen keluar, cari udara segar. Mungkin mau kerumah lama saya, liat-liat suasana disana.” Ucapnya.

“Mau ditemenin? Kebetulan aku free.” Ucapnya.

Jerremy menggeleng sambil tersenyum, “kamu nggak perlu perhatian sama saya, saya ini orang jahat emang kamu nggak takut?” Tanya nya buat Shion agak sedikit menciut namun sama sekali tak mengurungkan niatnya.

Karna ia yakin Jerremy tak mungkin jahat seperti dulu.

“Saya udah ketemu orang yang lebih seram daripada kamu Jerremy, kalaupun kamu mau jahatin aku, tolong langsung bunuh aku.” Ucapnya sambil tertawa pelan, buat Jerremy justru sedikit tertohok.

Keduanya sama-sama diam setelahnya, namun suara ribut antara security dengan beberapa orang diluar gerbang mencuri atensi keduanya.

“Oh shit! Wartawan! Jerremy cepat masuk!” Shion buru-buru mendorong Jerremy masuk kedalam mobil, lebih tepatnya pada bangku penumpang.

“Jangan pernah bangun sebelum aku bilang boleh, diluar sana wartawan lagi cari-cari kamu.”

Jerremy mengangguk pelan, menurut sambil menutupi wajahnya dengan blazer yang ia kenakan.

Shion pun mengambil alih dibagian kemudi, melajukan mobil itu membelah kerumunan wartawan yang tampak riuh berseteru dengan security.

Shion tak berhenti mengumpat saat melihat beberapa wartawan memotret dirinya dari arah luar.

“Wartawan anjing! Darimana sih dapet infonya! Bisa-bisanya tau, anjing.. anjing!”

Jerremy diam-diam mengulum senyumnya, umpatan itu terdengar lucu ditelinganya. Pikirnya, lelaki dengan wajah cantik seperti Shion tak bisa mengumpat dengan kata-kata kasar, nyatanya ia salah besar.

“Udah aman, kamu boleh bangun.” Titahnya.

Jerremy pun bangun, dengan tawa menghiasi wajahnya. Buat Shion terkesima sejenak, wajah itu benar-benar tampan saat tersenyum ataupun tertawa.

“Ternyata orang selucu kamu juga bisa ngumpat ya.” Ucapnya.

Shion tiba-tiba gugup, “a-ah maaf, pasti kamu gak nyaman ya..”

Jerremy mengangguk pelan, “nggak apa-apa… santai aja.” Ucapnya.

Shion diam-diam mengulum senyumnya, entah mengapa tiba-tiba jantungnya berdegup kencang.

“Sini gantian, biar saya yang nyetir. Kamu duduk manis aja disebelah saya, jadi princess.”

“Baba… hichh — kapan pulang…” anak itu nampak terisak sambil menatap wajah kedua orang tuanya dilayar tabletnya.

“Loh, Baba baru sampai loh… empat hari lagi Baba sama Dadda pulang ya?”

Anak itu mengangguk namun masih terisak, ia lantas menyeka air matanya dengan tangan kecilnya.

“Dadda mana..” tanya nya.

Seth terkekeh pelan melihat bagaimana putra kecilnya itu menangis sambil menanyakan keberadaan Java.

“Dadda lagi mandi sayang, sebentar lagi selesai. Adek gimana harinya? Semuanya aman?” Tanya Seth dari seberang sana.

Anak itu tampak mengangguk pelan, “Bubu buatin adek nasi ironman, terus disekolah main sama teman-teman, terus pulangnya Buba beliin adek ice cream.” Jelas anak itu.

“Oh iya, terus dimana Buba sama Bubu?”

“Mereka lagi rakitin lego besar.” Jawab anak itu sambil sesenggukan, buat Jerremy dan Shion yang tengah merakit lego untuknya itu terkekeh pelan.

“Loh kenapa adek nggak ikut rakit? Nggak seru dong kalo dirakitin, nanti adek nggak tau caranya..” ucap Seth lembut.

“Adek mau liat Dadda dulu, adek kangen Dadda..” ucapnya.

Seth terkekeh tak lama terlihat Java yang baru keluar dari kamar mandi dengan piamanya, anak itu tak kuasa menahan tangisnya lagi, buat Seth tak bisa menahan tawanya.

“Ih jangan diketawain, anaknya lagi sedih itu…” tegur Java pada suaminya diseberang sana.

“Dia beneran kangen sama kamu sayang.” Ucap Seth dengan tawanya.

Java menghela nafasnya pelan kemudian ikut bergabung bersama suaminya itu, berbaring sambil bersandar pada dada bidang nan kokoh itu.

“Dadda…”

“Iya sayang, Dadda disini…”

Anak itu kembali terisak, buat Java turut rasakan sedih sebab ia sama emosionalnya dengan putranya itu. Nampaknya, sifat emosionalnya itu turun pada putra kecilnya.

Mereka pun berbincang lewat video call, sementara Jerremy dan Shion sibuk merakit lego untuk pria kecil itu.

“Kayaknya kamu salah deh, yang itu harusnya disini.”

“Loh, petunjuknya kayak gini kok..” ucap Jerremy bingung.

Shion pun berikan petunjuk bagaimana cara yang benar, hingga Jerremy mengangguk paham.

Keduanya pun kembali fokus rakit mainan itu hingga tak sadar kalau jarak antar keduanya semakin menipis.

Dugh!

“Akh!” Shion merengis pelan saat dahinya terhantuk dengan dahi Jerremy, namun keduanya sama-sama terdiam saat sadar kalau jarak keduanya sangat dekat sekarang.

Bahkan keduanya sama-sama bisa rasakan deru nafas satu sama lain.

Keduanya sama-sama hanyut dalam tatapan.

“Yaudah, udah dulu ya video call nya. Besok Dadda video call lagi. Sekarang adek bobo ya, jangan nakal sama Buba sama Bubu. Dadda sayang adek.”

“Uhm, adek juga sayang Dadda sama Baba. Dadaaah…”

“Dah sayang..”

Sambungan itupun terputus, pria kecil itu meletakkan tabletnya kemudian mengalihkan atensinya pada legonya yang hampir jadi, namun ia bingung mengapa Buba dan Bubu nya nampak diam dan saling memandang dengan jarak dekat.

Ia pun turun dari ranjangnya, berdiri diantara dua orang dewasa yang saling menatap itu sambil ikut menatap mereka dengan jarak dekat.

“Buba sama Bubu ngapain?” Tanyanya.

Jerremy dan Shion sama-sama tersentak kaget dan langsung mengalihkan atensinya.

“A-ah, udah telfonnya?” Tanya Jerremy mengalihkan pembicaraan, sementara Shion merakit sisa legonya.

“Udah, Dadda bilang adek harus tidur sekarang.” Ucapnya.

Jerremy mengangguk paham kemudian bawa anak itu dalam gendongannya.

“Nanti mau bobo sama Bubu juga ya? Biasanya Dadda kelonin adek, sambil dibacain cerita sama Baba. Nanti Bubu aja kelonin adek, Buba bacain cerita ya?” Pinta pria kecil itu yang tentu saja tak bisa ditolak oleh Jerremy dan Shion.

Sepeti pintanya, Shion dan Jerremy benar-benar berbaring disatu ranjang yang sama dengan Zion diantara keduanya. Namun anak itu sudah tertidur lelap sambil memeluk Shion dengan erat.

“Udah tidur?” Tanya Jerremy.

Shion mengangguk pelan, “uhm, kayaknya udah pules.” Ucaonya.

Namun saat Shion berusaha melepaskan diri, anak itu justru mengeratkan peluknya, seolah tak mengizinkan Shion untuk pergi.

“Dadda… Baba…”

“Kamu tidur disini aja, biar saya yang pin — ” belum selesai Jerremy melanjutkan kalimatnya, tangannya sudah ditarik oleh anak kecil itu untuk memeluknya.

Mau tak mau dengan perasaan canggung, ia peluk pria kecil yang tertidur pulas itu agar nyenyak tidurnya.

Mereka pun terpaksa tidur dengan keadaan saling memeluk satu sama lain.

No responses yet