Eren
5 min readJun 4, 2023
—bad dream

Pagi menyapa, sinar matahari menembus masuk melalui jendela kamar. Membuat Jake yang sedang terlelap dalam tidurnya itu mengernyit lalu membuka matanya.

Ia terlihat mengedipkan matanya beberapa kali lalu mengusap matanya.

Tak ada Samuel di sampingnya, pun bayi kecil mereka tak ada didalam box bayinya.

Jake tersenyum, mungkin Samuel tengah bermain dengan bayi kecil mereka dibawah.

Ia segera bangkit dari tidurnya lalu bergegas keluar kamar menuju ruang bersantai yang terletak di lantai bawah.

Kakinya berjalan menuruni anak tangga. Ia sedikit kebingungan karna tak mendengar suara apapun dari sana.

"Sam?"

Tak ada orang diruang santai itu, mainan milik anak merekapun masih tersusun rapi disana seolah memang tak ada yang memainkannya.

Jake mulai terlihat panik, ia masuki ruangan demi ruangan dirumah itu tapi tak menemukan siapapun.

"Sayang! Kamu dimana sih!" Teriaknya berteriak sambil berlari menelusuri halaman rumah yang luas itu.

Tetapi tetap saja nihil, baik Samuel juga putra kecilnya tak ada dimanapun.

Ia kembali berlari masuk kedalam rumahnya, kaki nya kembali menapaki anak tangga menuju kamarnya.

Saat ia membuka pintu kamarnya, badannya langsung lemas hingga terjatuh ke lantai.

Sosok dengan jubah putih seram itu kembali datang dan kini tengah duduk menyeringai diatas tempat tidurnya.

Jake ingin berteriak sekuat-kuatnya namun tenggorokannya terasa tercekat.

Badannya bergetar saat sosok putih itu melayang maju kearahnya. Air matanya mengalir keluar membasahi pipinya, ia benar-benar takut saat ini.

"T-tolong... Hiks... Sam hiks.." Jake merangkak mundur hingga tubuhnya tertubruk pagar pembatas lantai.

Jake memejamkan matanya erat-erat saat sosok putih itu berada tepat didepannya.

Mulutnya tak henti-hentinya menyebutkan nama Samuel sambil terisak.

Tiba-tiba mulutnya dibekap oleh tangan dengan kuku panjang itu.

"Mnhh... Mhhh" Dirinya berusaha berontak.

"Diam! Saya disini hanya ingin menolong kamu!" Ucap sosok itu menatapnya tajam.

Namun tetap saja Jake ketakutan dibuatnya.

Sosok itu mencengkram tangannya lalu menutup matanya dengan tangannya yang lain.

"Tolong hiks... Jangan ganggu.." Ucap Jake terisak dengan bahu yang bergetar.

Sosok itu hanya diam lalu melepaskan cengkramannya pada Jake.

"Buka mata kamu" Ucap sosok itu.

Jake takut, tapi entah mengapa ia menurut, matanya ia buka perlahan. Ia dan sosok ini berpindah tempat.

Ia tau betul tempat apa ini, tembok yang didominasi cat putih dengan ranjang besi dan beberapa alat mahal.

Jake bingung, mengapa sosok ini mengajaknya kerumah sakit?

Ia mengedarkan pandangnya menatap sekitar.

Jake sangat terkejut melihat kedua orang tuanya yang sudah lama tak ia lihat, bahkan ia lupa kapan terakhir kali ia melihat wajah kedua orang tuanya.

Wajah kedua orang tuanya terlihat sangat lelah, bahkan ayah dan ibunya yang dulu tak pernah akur sekarang terlihat akur.

"Gimana kalo nanti dia nggak bangun lagi? Aku takut" Ucap wanita paruh baya itu menatap suaminya.

"Dia pasti bangun. Dokter sudah bilang dia cuma tidur, nggak ada penyakit sedikitpun." Pria paruh baya itu mengusap punggung istrinya.

"Udah enam bulan mas, nggak ada orang yang tidur selama itu."

Jake bingung, siapa yang orang tuanya bicarakan ini?

Jake yang awalnya masih duduk di lantai mulai berdiri. Lagi-lagi ia dibuat terkejut kala melihat dirinya sendiri tengah berbaring diranjang rumah sakit dengan infus menancap ditangannya dan alat bantu pernafasan yang melekat di hidungnya.

Suara isak tangis terdengar. "hiks... Apa Jake udah capek punya orang tua kayak kita ya mas hiks.. Kita selalu bertengkar didepan dia sampai kita lalai ngurusin dia hiks.."

"Jake pasti bangun, jangan nangis lagi. Kita banyak-banyak berdoa aja"

Jake diam, kepalanya terasa pening. Ada apa dengan semua ini? Ia tak mengerti. Semuanya rumit, ia seakan terjebak didalam labirin.

Lagi-lagi mata Jake ditutup oleh sosok putih itu.

Kemudian sosok itu kembali membuka pandangan milik Jake.

Jake lagi-lagi dibuat terkejut oleh sesuatu yang ia lihat sekarang. Samuel dan Harsen terbaring bersebelahan dengan banyak alat rumah sakit yang menancap ditubuhnya.

Netranya fokus menatap tubuh pucat dengan kepala yang diperban itu, wajah tampan Samuel seolah sedang tertidur lelap.

Namun lagi-lagi sosok dengan jubah putih itu menarik tangannya hingga tubuhnya terhempas kebelakang.

Jake kembali dibawa berpindah tempat, namun tempat kali ini sangat menakutkan bagi Jake.

Ia seperti berada didalam terowongan gelap tak berujung, namun ia masih bisa melihat dengan jelas sosok putih itu.

Sosok itu menunjuk kearah belakang tubuhnya, Jake dengan cepat menengok kearah belakangnya.

"Tempat ini..."

Jake tau tempat ini, tempat yang dulu pernah ia lihat. Tempat dimana ia melihat Samuel dengan wajah seram nya sedang menyiksa kakak tirinya, Harsen.

"Sam..." Jake bangkit lalu bergegas berlari kearah Samuel yang sedang berdiri menatap kosong pohon besar di depannya.

Namun sosok dengan jubah putih itu langsung menahannya.

"Diam disini." Ucapnya.

"Lepasin!" Jake meronta.

Mulutnya langsung dibekap oleh tangan pucat berkuku panjang itu.

"Diam dan dengarkan saya." Ucap sosok itu penuh penekanan membuat Jake ketakutan dan mau tidak mau menganggukkan kepalanya.

"Setelah saya tunjukkan semuanya, saya rasa kamu sudah mengerti situasi kamu saat ini, kan?" Ucap Sosok itu ikut melirik Jake.

Jake diam. Sejujurnya ia masih bingung dengan semua yang berbelit-belit ini, ia seolah tengah terjebak di jalan buntu didalam labirin.

Terdengar tawa kecil dari sosok itu.

"Masih belum mengerti ya, saya paham pasti kamu sangat kebingungan."

"Kamu siapa? Apa tujuan kamu membawa saya seperti ini?" Jake menarap pada sosok dengan jubah putih itu.

Sosok itu tak menjawab, ia hanya mengukir senyum diwajahnya.

"Kamu bahagia dengan Samuel?"

Jake mengangguk mantap.

"Sayangnya semua yang kamu dapatkan dari Samuel hanya ilusi."

"Maksudnya?"

"Kamu ingat dimana malam kamu bertemu Samuel dalam wujud arwah?"

Jake terdiam, ia ingat dengan semua itu. Namun, bukankah kematian Samuel hanyalah mimpi buruknya?

"Kamu tidak sadarkan diri setelah disetubuhi oleh arwah Samuel."

"Itu cuma mimpi buruk saya!" Ucap Jake dengan tegas.

"Kamu salah, inilah mimpi buruk kamu Jake." Sosok itu menatapnya nyalang.

"Setelah kamu tidak sadarkan diri, Samuel membawa jiwa kamu ikut bersamanya. Dunia yang kamu anggap sempurna disini semuanya hanya delusi yang Samuel ciptakan untuk kamu."

Jake bungkam, otaknya berusaha mencerna apa yang sosok ini katakan.

"Memang benar jika Samuel belum mati, fisiknya masih hidup namun jiwanya menolak kembali pada fisiknya. Itu lah mengapa dia ikut membawa jiwa kamu bersamanya."

"Hidup indah yang kamu dapatkan disini, semuanya tak nyata. Bahkan bayi kecil yang kamu anggap bayimu itu." Sosok itu menyeringai.

Jake merasakan sakit didadanya, tanpa sadar air matanya kembali keluar menggenangi pelupuk matanya.

"B-bohong! Kamu bohong! Nicho itu nyata! Rasa sakit yang saya rasakan saat melahirkan Nicho semuanya saya rasakan! Kalo ini mimpi gak mungkin rasanya sesakit itu!" Ucap Jake terisak.

"Nicho... Hiks.. Bayi itu, saya melihatnya jelas dengan mata kepala saya sendiri! Bayi kecil itu keluar dari perut saya!"

"Bodoh!" Bentak sosok itu membuat Jake seketika bungkam.

"Bukankah kamu sudah melihat tubuhmu tertidur diranjang rumah sakit! Kamu sudah tertidur enam bulan lamanya!"

"Waktu kamu tak banyak Jake. Bawa Samuel dan anak laki-laki yang ia siksa itu pulang ke dunia yang nyata, atau kalian akan selamanya terbelenggu didalam dunia ilusi ini!" Ucap sosok itu.

"J-jadi Nicho cuma ilusi?" Jake tertawa dalam tangisnya.

Hatinya sungguh sakit membayangkan bayi kecilnya itu hanyalah ilusi semata. Bayi kecil yang setiap hari menemani dirinya dan menjadi pelengkap kebahagiaannya ternyata tak nyata.

Tumpah sudah semua air matanya, badannya melemas sambil memukul-mukul dadanya yang terasa nyeri itu.

Baru saja ia merasakan kebahagiaan yang selama ini tak pernah ia rasakan dan sekarang dirinya harus menelan pahitnya kenyataan itu.

"Anak itu mungkin bisa jadi kenyataan jika kamu berhasil membawa Samuel kembali ke dunia yang nyata." Sosok itu kembali bersuara.

"Saya mau pulang... Hiks tolong.. " Jake mengusap matanya kasar.

"Kamu tidak bisa pulang sendiri Jake. Samuel yang membawa kamu kesini, maka dia juga yang harus membawa kamu pulang." Ucap sosok itu lalu menghilang begitu saja meninggalkan Jake yang masih menangis sendiri ditempat gelap itu.