Eren
4 min readJan 6, 2025

consequence

BUGH!

Untuk kesekian kalinya pak Agam tersungkur diatas dinginnya lantai rumah Jinan itu, wajahnya sudah babak belur namun sang ayah nampak masih belum puas menghukum.

“Saya kecewa sama kamu Agam, apa arti gelar tinggi dan profesi terhormat kamu itu kalau kamu nggak bisa jaga kehormatan keluarga kita, bahkan diri kamu sendiri!” Ucap pria paruhbaya itu menggebu-gebu.

Pak Agam bungkam, ia tak ingin melawan sebab ia harus tanggung semua konsekuensinya.

Niat awalnya ingin dibawa kekantor kepolisian setempat oleh ibunda Jinan, namun wanita itu berhasil dibujuk untuk lalui proses kejeluargaan terlebih dahulu.

Pak Agam diminta untuk menghubungi orang tuanya untuk selesaikan masalah ini dikediaman keluarga Jinan, bersama ibunda Jinan, Bayu, dan Raihan. Sementara Gathan diminta untuk temani Jinan yang masih menjalani perawatan dirumah sakit.

“Maaf..” hanya satu kata itu yang terus Agam lontarkan sambil menunduk pasrah.

“Maaf anda nggak bisa bikin keadaan anak saya balik seperti semula pak Agam! Anda tau gimana hancurnya saya waktu tau anak sematawayang saya rusak, rusak masa depannya gara-gara laki-laki nggak bertanggung jawab kayak anda!”

Semua orang disana menatap pak Agam dengan tatapan penuh benci, bahkan kedua orang tuanya sekalipun. Orang tua pak Agam bukanlah tipikan yang akan membela anaknya mati-matian, jika mereka temukan bukti anaknya memang salah, maka mereka tak segan-segan ikut beri sanksi untuk anaknya.

“Sekarang apa yang bisa anda pertanggung jawabkan untuk anak saya, hah?! Anda sendiri sudah punya istri pak Agam, kenapa anda masih mempermainkan orang lain!”

Mendengar hal itu sontak buat kedua orang tua pak Agam terkejut, sebab selama ini mereka tak pernah tau kabar pernikahan putra bungsunya itu, apa lagi siapa sosok yang disebut-sebut sebagai istrinya itu.

“Kamu sudah menikah Agam?! Siapa yang kamu nikahi?! Hah?!” Kali ini sang ibunda bersuara.

Pak Agam menggeleng, “saya belum menikah, wanita itu bukan istri saya.” Ucapnya.

Ibunda Jinan lantas tertawa sambil menatapnya sinis, “nggak kamu nikahi, tapi kamu hamilin juga kan, kayak kamu hamilin anak saya!”

Pak Agam terdiam, buat kedua orang tuanya menatap kearahnya tak percaya, “Agam…” sang ibunda tak kuasa lagi membendung air matanya.

Rasa sedih bercampur kecewa ia rasakan, ia peluk tubuh suaminya itu sambil menangis disana.

“Ayah, kita gagal…”

Pak Agam menunduk, tangannya mengepal dengan sudut mata yang ikut menitihkan bulir bening. Ia juga kecewa dengan dirinya sendiri, yang sudah merusak hidup Jinan dan kehormatan keluarganya.

“Tolong beri saya kesempatan menjelaskan.” Ucapnya.

Semuanya bungkam seakan menunggu penjelasan yang akan Agam berikan.

“Benar memang wanita itu hamil, dan tinggal dirumah saya selama ini. Tapi saya yakin kalau anak yang ada dikandungan wanita itu bukan anak saya.” Ucapnya.

Kemudian pak Agam jelaskan semua dari sudut pandangnya, dari awal ia bertemu Celine dan mengizinkan wanita itu tinggak dirumahnya untuk sementara waktu, hingga kejanggalan saat wanita itu mengaku hamil anaknya.

Namun tentu saja ditengah-tengah penjelasannya itu ditentang oleh ibunda Jinan, karna menurutnya sangat tak masuk akal jika pak Agam tak sadar melakukan hal itu dengan siwanita itu.

Pak Agam pun tak bisa membela diri, sebab ia tak punya bukti.

Jaminan satu-satunya yang bisa pak Agam berikan hanyalah hasil test DNA saat bayi itu lahir nanti.

Ibunda Jinan nampak menghela nafasnya panjang, ia dibuat semakin pening oleh penjelasan Agam yang rumit.

“Saya kasih anda waktu dua bulan, kalau dalam dua bulan anda nggak bisa buktikan dan bawa hasil test DNA yang kamu janjikan itu kesaya, jangan harap bisa menemui anak dan cucu saya.”

Pak Agam mengangguk dengan lemah sambil mengucapkan terimakasih dan bersimpuh dikaki ibunda Jinan.

“Jangan temui Jinan sampai anda bawa bukti itu.”

Gathan tengah duduk disebuah sofa diruang rawat Jinan, ia kupasi buah apel yang ia bawa lalu ia potong kecil agar Jinan mudah memakannya nanti.

Ia mengehela nafasnya pelan, Jinan nampak masih terlelap dalam tidurnya, anak itu benar-benar kelelahan pasca melakukan persalinan.

Tak lama berselang saat ia selesai memotong buah tersebut, Jinan tampak sadar perlahan.

“Gathan? Dimana yang lain? Mana pak Agam?” tanya nya.

Gathan menghela nafasnya pelan, bahkan anak itu masih menanyakan keberadaan pria yang sudah menghancurkan hidupnya itu.

“Lagi disidang dirumah elu.” Jawabnya.

Jinan terkejut, jantungnya berdegup kencang. Perasaannya tak enak, ia takut terjadi sesuatu dengan pak Agam.

“Tenang aja, ada Raihan disana buat misahin kalo misalnya pak Agam dipukulin lagi.”

“Lagi?”

Gathan menghela nafasnya sambil mengangguk, “tadi dipukulin ama Bayu dia, terus dipisahin ama Raihan ama gue. Lu tau kan kalo Bayu tuh udah dari lama pengen gebukin pak Agam, cuma kehalang gara-gara elu yang minta.” Jelas Gathan.

Pikiran Jinan seketika berkecamuk, ia ingin marah pada temannya itu, namun ia juga mengerti mengapa temannya seperti itu.

Ia takut, ia hanya takut terjadi sesuatu pada pak Agam.

“Lagian lo ngapain sih anjing sama itu orang lagi? Kata lo mau move on? Tapi tiba-tiba dia nemenin lo lahiran, wajar kalo Bayu ngamuk.”

Jina menghela nafasnya pelan, “gue salama ini salah paham sama pak Agam, dia ternyata belum nikah. Terus cewek yang dulu ngaku-ngaku tunangannya itu cuma mantannya yang numpang tinggal. Kata pak Agam bayi yang diperut cewek itu bukan anaknya…”

“Terus dengan gampangnya, lo percaya Ji? Lo percaya sama omongan laki-laki?” Gathan menatap temannya itu tak percaya.

“Gue nggak percaya awalnya, tapi pak Agam yakinin gue. Katanya kalo anak cewek itu lahir dia bakal lakuin test DNA sebagai bukti.” Jelasnya.

Gathan menghela nafasnya pelan, kepalanya ikut pening memikirkan betapa rumitnya masalah hidup Jinan.

“Iya kalo hasilnya emang negatif, oke lu sama pak Agam. Kalo hasilnya positif itu anak pak Agam, lo yakin pak Agam bakal pilih lo?”

Ucapan Gathan sukses buat Jinan bungkam, ia tak berfikiran sampai sana. Bagaimana jika anak itu memang anak pak Agam, apa pak Agam akan kembali padanya atau justru pilih wanita itu?

Jinan menghela nafasnya pelan, “apapun hasilnya nanti, gue cuma berharap tuhan bjsa nunjukin kebenarannya. Apapun hasilnya gue bakal terima dengan lapang dada.”

No responses yet