Java, pemuda berusia 22 tahun itu menghembuskan nafasnya pelan kemudian kembali mengambil nafas dalam. Kacamata hitam yang ia kenakan itu tampak sedikit merosot, maka dengan cepat ia dorong dengan jari telunjuknya sebelum banyak pasang mata yang menyadari kehadirannya.
“Hoi!”
“Akh! Anjing, ngangetin!” Kesalnya tersentak kaget saat seorang pria dari arah belakang menepuk punggungnya.
“Hahahah sorry lama, macet tadi ada kecelakaan dijalan.” Jelas Hansel, sepupunya yang kebetulan tinggal dikota yang sama dengan nenek dan kakeknya.
“Alasan.” Cibirnya sambil menggeret sebuah koper besar berwarna hitam.
“Dih ga percaya, ga boong sumpah! Ada orang nyebrang jalan tapi ga liat kanan kiri gitu, terus ditabrak sama mobil. Sampe mental badannya, kepalanya pecah kena trotoar. Ngeri banget dah.” Jelasnya lagi, yang entah mengapa buat Java jantung seketika berdegup kencang dan nafasnya menjadi tercekat.
Ah, mungkin Java hanya ketakutan membayangkan bagaimana korban kecelakaan itu.
“Udah ah, gausah diceritain gitu aku takut.” Ketusnya.
“Gua cuma jelasin, lagian salah siapa tadi ga percaya sama gua.”
“Salah kamu.”
“Yaelahh Jav! Hei! Tunggu anjir!”
Setibanya dikediaman sang nenek, Java langsung bergegas keluar tanpa basa-basi dan langsung mencari keberadaan sang nenek didalam rumah itu.
“Omaahh!!” Teriaknya sambil terus berlari menelusuri rumah 2 lantai itu.
“Omah disini…” wanita yang tampak sudah lanjut usia itu tersenyum sambil menyambut kedatangan sang cucu dengan pelukan hangat.
Java pun berhambur memeluk sang nenek yang sudah lama tak ia temui itu dengan erat, sementara Hansel menyusul dibelakang sambil menggeret koper hitam milik Java.
“Omah udah liat berita tentang kamu, jahat mereka semua bilang kamu jelek.” Cibir sang nenek.
Java tersenyum masam, hatinya terasa sedikit tercubit. Ia tau kalau neneknya hanya ingin menghiburnya.
“Emang jelek gitu.” Ucap Hansel dari belakang.
Bruk!
Sebuah sendal melayang begitu saja dan mendarat tepat pada bokong Hansel, buat Java seketika tertawa terbahak-bahak melihat raut kesakitan dari sepupunya itu.
“Rasain!” Cibirnya.
“Omah emang pilih kasih, sayangnya cuma sama Java doang.” Eluh Hansel namun dengan cepat dibalas dengan tatapan sengit oleh sang nenek, buat Java semakin tertawa puas.
Yah, setidaknya disini ia bisa sedikit melupakan kesedihannya.