“Jer, aku bisa kok nyuapin makanan sendiri… kamu makan juga ayo…” ucap Shion tak enak, namun terus menerima setiap suapan yang Jerremy berikan.
“Tangan kamu sakit, nanti makin lama sembuhnya” ucap Jerremy.
Namun Shion masih merasa tak enak, tak mungkin ia biarkan Jerremy makan setelah ia selesai.
“Yaudah aku udahan deh makanannya..”
Jerremy menatap pria itu bingung, “kenapa gitu?”
“Gamau kalo aku makannya sendiri, kamu harus makan juga kalo aku makan.” Ucapnya.
Jerremy terkekeh sambil mengangguk, “oke” ucapnya.
Namun buat Shion terkejut selanjutnya sebab lelaki itu makan dari piring yang sama dengannya. Tidak, Shion tak jijik sama sekali. Justru ia senang bisa makan satu piring berdua dengan Jerremy, bahkan dengan garpu yang sama.
“Jer, emang kamu nggak apa-apa makan bareng kayak gini?” Tanya Shion ragu.
Jerremy tersenyum lalu meraih pipi Shion, kemudian mengelusnya lembut. “Emang kenapa? Lagian kita sama-sama manusia, dan saya rasa saya sudah cukup dekat untuk berbagi makanan dengan piring yang sama dengan kamu.” Ucapnya.
Jangan tanyakan keadaan Shion, pria manis itu sudah pasti bersemu merah dengan degup jantung terpacu kencang.
“Maksud, maksudnya?”
Jerremy tak menjawab, lelaki itu hanya tersenyum sambil menyeka sisa bumbu makanan disudut bibir Shion, kemudian menjilatnya.
Hari demi hari berlalu begitu cepat, tak terasa sudah tiga bulan Jerremy menikmati udara bebasnya.
Jerremy juga sudah mulai bekerja bersama dengan Seth, mengurus bisnis peninggalan ayah mereka bersama.
Hari pertama Jerremy kembali bekerja memang tak mudah, banyak komentar negatif dari publik terhadapnya. Namun Jerremy tak ambil pusing, toh ia juga bukan seorang publik figur.
“Saya sebentar lagi on the way, kamu bisa tunggu disana.” Ucapnya sambil tersenyum dengan telfon ditelinganya.
“Iya, kamu hati-hati ya. Jangan ngebut.” Ucap seseorang diseberang sana yang menantikan kehadiarannya.
Tak lain dan tak bukan Shion, sejak insiden kecil yang membuat tangannya terluka hingga sembuh pun Jerremy tetap mengantar dan menjemput Shion kemanapun pria manis itu pergi.
Tak dapat dipungkiri lagi jika hubungan antara kedua anak adam itu semakin dekat, namun dengan status yang tak jelas.
Namun keduanya sama sekali tak memedulikan hal itu, mereka biarkan semuanya mengalir dengan sendirinya.
“Hei..” sapa sicantik saat lihat kehadiran sang pujaan hati dengan senyum lebar.
Jerremy ikut tersenyum saat lihat bagaimana senyum lebar itu menyambutnya, ia pun menghampiri lelaki manis itu lalu membawanya kedalam pelukan.
Seketika rasa penat menghadapi tumpukan berkas seharian itu hilang seketika.
“Oh iya, aku ajak Kavi. Hari ini hari ulang tahunnya jadi aku mau ajak dia jalan-jalan.” Ucap Shion.
Jerremy mengangguk pelan sambil tersenyum, “dimana anaknya?” Tanya nya.
Namun sebelum Shion menjawab, anak itu muncul dari arah kamar mandi. Anak itu lantas membungkuk dengan sopan sambil menyapa Jerremy.
“Selamat sore om…” sapanya.
Jerremy membungkuk, mensejajarkan tingginya dengan anak itu sambil mengusap surai anak itu lembut.
“Happy birthday Kavi, hari ini kita rayain bareng ya?”
Anak itu tersenyum lebar lalu memeluk Jerremy erat, “Terimakasih om Jerremy…” ucapnya.
Jerremy terkekeh sambil mengangguk, “nanti saya ajak keponakan saya ikut boleh ya? Dia pasti senang ketemu kamu.” Ucapnya.
Kavi mengangguk antusias, ia tahu siapa anak yang Jerremy maksud. Zion, anak laki-laki yang tiga tahun lebih tua darinya, ia sering mendengar tentang anak itu dari Shion.
Mereka pun lantas segera bergegas meninggalkan tempat itu menuju kesekolah Zion yang tak jauh dari sana.
Shion duduk disebelah Jerremy dengan Kavi dipangkuannya, mereka tampak bersenda gurau sambil tertawa sesekali.
Jerremy tersenyum melihat interaksi antara Shion dan Kavi, ia tiba-tiba teringat kenangan masa kecilnya saat ia, ayah dan ibunya masih sangat bahagia layaknya keluarga sempurna.
Namun semua itu hanya dapat dikenang sekarang.
“Kavi tahun depan mau masuk sekolah kan? Nanti bisa tanya-tanya sama kakak Zion tentang sekolahan, kakak Zion pintar loh… dia juga sering menang olimpiade…” ucap Shion.
Kavi tampak mengangguk antusias, anak itu benar-benar tak sabar bertemu dengan Zion.
Namun saat ia telah bertemu dengan anak itu, justru ia dibuat sangat terkejut. Pasalanya Zion tampak tak menyukai kehadirannya diantara Jerremy dan Shion.
“Jangan panggil aku kakak! Aku bukan kakak kamu!” Bentak anak itu, buat Jerremy dan Shion ikut terkejut.
“Eh, nggak boleh gitu ngomongnya sayang… Kavi lebih kecil dari kamu, makanya dia panggil kamu kakak..” ucap Shion menenangkan Zion.
Sementara Jerremy berusaha menenangkan Kavi agar anak itu tak tersinggung dengan apa yang dilakukan Zion. Maklum, selama ini Zion adalah anak tunggal selalu diberi kasih sayang melimpah dari orang sekitarnya, mungkin saat ini ia merasa Kavi akan menyita perhatian yang selama ini selalu diberikan untuknya.
“Tapi aku nggak mau punya adik Bubu…” rengeknnya pada Shion.
“Nggak kok, Kavi panggil kamu kakak bukan berarti mau jadi adik kamu. Kavi cuma mau jadi teman kamu, boleh kan?”
Zion nampak menatap kearah Kavi dari atas hingga bawah, meneliti bagaimana penampilan anak itu.
“Zion..”
“Iya oke, boleh. Tapi kamu jangan panggil aku kakak, aku nggak suka.” Ucapnya menatap kearah Kavi dengan tatapan kesal.
Kavi mengangguk paham, anak itu senang Zion mau berteman dengannya walaupun belum sepenuh hati.
“Yaudah kalo gitu Zion minta maaf dulu karna udah bentak Kavi.” Titah Jerremy.
Zion tampak enggan namun kemudian mengulurkan tangannya kearah Kavi.
“Maaf.” Ucapnya.
Kavi balas uluran tangan itu sambil tersenyum lebar hingga matanya menyipit.
Mereka pun kembali masuk kedalam mobil dengan Zion dan Kavi yang duduk dibangku belakang, sementara Jerremy dan Shion didepan.
“Sabuknya udah dipasang?” Tanya Jerremy menatap dua anak kecil dikursi penumpang itu.
Zion tentu sudah terpasang rapi karna ia sudah terbiasa, namun Kavi tampak kebingungan.
“Bisa ngga?” Tanya Zion pada Kavi dengan nada segan.
Kavi menatap anak itu dengan wajah melasnya, buat Zion menghela nafasnya pelan lalu melepaskan sabuknya yang sudah terpasang rapi untuk memasangkan sabuk Kavi.
“Sini liatin caranya, biar nanti kamu bisa.” Ucapnya.
Kavi mengangguk dan memperhatikan bagaimana Zion memasangkan sabuk untuknya.
“Terimakasih Zion.” Ucapnya.
“Hm.” Jawab anak itu pelan lalu kembali duduk dan memasang sabuknya sendiri, buat Shion dan Jerremy tertawa pelan menatap interaksi dua anak itu.
“Udah siap ya? Kita berangkat sekarang.” Ucap Jerremy lalu melajukan mobilnya menuju mall yang berada didaerah itu, untuk merayakan ulang tahun Kavi.
Sesampainya disana, mereka pun menghabiskan waktu bersama dengan makan, bermain ditimezone, dan berbelanja untuk kebutuhan sekolah kavi yang akan segera datang.
Namun saat Jerremy dan Shion sibuk memilih beberapa buku dan alat tulis, Zion menarik Kavi untuk mengikutinya.
Ia bawa anak itu kearah salah satu store yang menjual banyak pernak pernik cantik, untuk sesaat buat Kavi terperangah kagum.
“Kamu hari ini ulang tahun kan?” Tanya nya.
Kavi mengangguk, “iya..” jawabnya.
“Ayo pilih kamu mau apa, nanti aku yang bayar.” Ucap anak itu dengan wajah angkuhnya.
“Emang kamu punya uang?” Tanya Kavi polos.
Zion menggeleng, namun keudian mengeluarkan sebuah kartu hitam dari tasnya.
“Emang bisa bayar pake itu?”
Zion mengangguk, “Bisa, jadi kamu bebas mau pilih apapun, aku bayar.” Ucapnya.
Kavi tampak bingung melihat banyak pernak pernik cantik itu hingga kepalanya menjadi pusing karna bingung.
“Aku nggak tau, semuanya cantik. Aku bingung mau yang mana. Kamu aja yang pilihin…”
“Kamu yakin?”
Kavi mengangguk pelan, biarkan anak laki-laki itu kembali menarik lengannya untuk ikut mengitari store itu.
Hingga keduanya berhenti pada sebuah stan gelang disana, ada satu gelang yang sangat cantik dengan beberapa ornamen warna warni menghiasinya.
Zion pun ambil gelang itu dan menunjukkannya pada Kavi, “ini cantik, kamu suka?” Tanya nya.
Kavi mengangguk antusias, gelang itu benar-benar cantik.
Namun kepergian keduanya itu akhirnya disadari oleh Jerremy dan Shion, hingga buat dua orang dewasa itu panik bukan main mencari-cari keduanya.
"he’s like you Jerremy, he’ll be a gentle man" ucap Shion terkekeh menatap dua anak kecil yang tampak berseteru dengan kasir.
Jerremy tersenyum, ia raih sebelah tangan Shion lalu ia cium punggung tangannya kemudian tersenyum.
"am i your type, huh?” tanyanya.
Shion tak menjawab, pria itu hanya tertawa pelan dan buru-buru mengajak Jerremy untuk menghampiri dua anak yang tengah berseteru dengan kasir itu.
“Ini kartu timezone, nggak bisa dipakai untuk bayar gelang ini.” Ucap kasir itu lembut, tentunya ia tau anak siapa yang sekarang ia hadapi.
“Bisa kok! Aku sering liat Dadda sama Baba bayar pake itu.” ucap Zion yakin.
Tak lama Jerremy datang menghampiri, buat kasir itu bernafas lega karna sudah tak sanggup meladeni Zion lagi.
Jerremy pun memberikan kartunya kepada kasir itu sambil memohon maaf atas kelakuan keponakan kecilnya itu.
“Aku cuma mau bayarin gelang itu untuk Kavi, tapi kakak itu nggak mau terima kartu aku.” Sebalnya.
Shion terkekeh, “bener kok yang dibilang kakak kasirnya, kartu buat bayar sama main itu beda. Nanti kalau kamu udah besar kamu akan ngerti.” Ucap Shion memberi pengertian.
“Iya iya, terserah.” Ucap Zion tak peduli, anak itu sekarang sibuk memasangkan gelang itu pada Kavi.
Jerremy dan Shion hanya bisa menghela nafasnya pelan sambil tersenyum.
Jerremy lihat wajah Shion yang tampak kelelahan, “pulang sekarang?”
Shion mengangguk pelan, karna tak dapat dipungkiri hari ini benar-benar melelahkan baginya.