"Ekhem" Sunghoon memecah suasana hening yang tampak canggung itu, membuat Jaeyun yang sedari tadi menundukkan kepalanya kini menatap kearah Sunghoon.
Dapat Sunghoon lihat, wajah cantik itu terlihat semakin lesu dengan bibir yang masih pucat.
Mengabaikan keberadaan sang ayah yang tengah menatap lurus kearahnya, ia bergerak mendekat ke bankar yang Jaeyun tempati, lalu mengelus surai sang kasih dengan lembut seraya tersenyum.
Jaeyun langsung memeluk erat tubuh Sunghoon dan menenggelamkan wajahnya disana, enggan menatap manik milik pria tinggi itu.
"Yeyun kenapa?" Tanya Sunghoon dengan sangat lembut, sejujurnya ia juga bingung dengan sikap Jaeyun yang seperti ini.
Bukannya menjawab, Jaeyun malah menangis dipelukan sang kasih, membuat Sunghoon semakin bingung dan sedikit cemas.
Sunghoon melirik sang ayah yang tengah menatap kearah mereka untuk meminta penjelasan, namun sang ayah malah membuang tatapannya.
"H-hei.. Lu jangan nangis gini, gua bingung"
Ceklek
Pintu kamar rawat itu terbuka, menampilkan seorang pria dengan jas putih bersih serta stetoskop mengalung di lehernya.
"Operasinya akan dimulai satu jam lagi, pasien akan dipindahkan keruang operasi." Ucap pria itu lalu berlalu pergi meninggalkan mereka.
Jaeyun semakin menangis tersedu-sedu dipelukan Sunghoon, sementara Sunghoon—jantungnya berdegup kencang, tubuhnya lemas, dan otaknya tak mengerti apa yang sedang terjadi sekarang.
"J-Jaeyun..." Sunghoon melepas paksa pelukan Jaeyun.
"Ini kenapa? Kenapa tiba-tiba kamu mau dioperasi?" Sunghoon menangkup pipi sang kasih seraya menatap matanya.
Namun Jaeyun tak menjawab, ia malah semakin menangis.
Sunghoon berdecak kesal.
Ia lepas rengkuhannya pada Jaeyun lalu beralih menatap sang Ayah.
"Ayah, Jaeyun kenapa?" Tanya Sunghoon dengan suaranya yang merendah.
"Gagal jantung" Jawab sang ayah singkat.
Sunghoon terdiam, tangannya mengepal kuat.
"H-Hoonie hiks... Maaf" Panggil Jaeyun di sela-sela tangisnya.
Sunghoon terkekeh, ia enggan menatap wajah sang kasih. Matanya terasa sangat perih, pandangannya menjadi buram.
Ia tahu ia akan menangis.
Sunghoon benci terlihat cengeng dan lemah, apa lagi di hadapan kasihnya itu. Namun rasa takut membuatnya lemah hingga menangis.
Benar, Sunghoon menangis saat ini.
Ia membelakangi Jaeyun, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya berusaha menghapus dan menyembunyikan tangisnya dari sang kasih.
Namun, bahunya yang bergetar tak bisa membohongi Jaeyun.
Jaeyun tau Sunghoon nya menangis sekarang.
"J-jangan nangis hiks... Maafin Yeyun udah sakit hiks.. Hiks.. Hoonie jangan nangis" Jaeyun berusaha menggapai Sunghoon.
Sunghoon akhirnya berbalik, pertahannya runtuh. Ia terlalu lemah untuk menyembunyikan tangisnya saat ini. Ia biarkan Jaeyun melihat betapa lemahnya ia saat ini.
Kembali ia peluk tubuh mungil itu, begitupun sikecil, ikut membalas pelukan milik kasihnya itu.
"Jangan minta maaf! Yeyun pasti sembuh!" Ucap Sunghoon susah payah disela tangisnya.
Jaeyun mengangguk.
"Jangan nangis Hoon, hiks.."
Sunghoon mengangguk, lalu menghapus sisa air matanya. Kemudian kembali ia tangkup pipi milik kasihnya seraya membubuhi dahi sicantik dengan ciuman.
"Gua sayang lu, Jaeyun. Sayang banget. Lu harus sembuh, jangan tinggalin gua kayak bunda"
Jaeyun mengangguk.
Chup!
Satu kecupan ia berikan pada bibir si cantik.
"Permisi..."
Beberapa petugas medis dengan atribut lengkap sudah siap membawa Jaeyun ke ruang operasi.
"Jangan takut oke... Gua disini, gua tungguin lu sampai selesai operasinya."
Jaeyun hanya mengangguk.
"Hoonie" Panggilnya membuat Sunghoon kembali menatapnya.
"Yeyun sayang Hoonie, Terima kasih sudah mau sayangin Yeyun." Ucapnya.
Sunghoon tersenyum lalu mengangguk, hingga kemudian bankar yang Jaeyun tempati didorong keluar menuju ruang operasi.
—
Sedari tadi Sunghoon tak henti-hentinya berjalan kesana kemari didepan pintu ruang operasi itu.
Matanya tak luput menatap lampu diatas pintu ruang tersebut yang masih menyala, menandakan operasi masih berlangsung.
"Duduk" Titah sang ayah yang entah sudah keberapa kalinya dan kini kembali diabaikan oleh Sunghoon.
"Duduk, Sunghoon."
Sunghoon Menghembuskan nafasnya gusar, lalu duduk disamping sang ayah namun matanya tak pernah lepas menatap pintu ruang operasi tersebut.
"Dulu inget ga, kamu ga mau menerima keberadaan Jaeyun dirumah?" Tanya sang ayah diakhiri dengan kekehan.
"Lucu liat kamu yang sekarang takut kehilangan Jaeyun" Sambungan sang ayah membuat Sunghoon mendecak.
"Kalo mau bercanda, bukan sekarang waktunya yah."
"Ayah juga nggak berniat bercanda" Jawab sang Ayah membuat Sunghoon mengalihkan atensinya pada sang ayah.
"Jangan marah kalau nantinya operasi ini gagal. Anggap saja Tuhan memberikan tempat terbaiknya untuk Jaeyun karna Tuhan tau kamu nggak pernah bisa untuk diberi kepercayaan menjaga Jaeyun." Ucap sang ayah menohok membuat Sunghoon bungkam.
"Ayah dari dulu selalu meminta kamu jagain Jaeyun, karna ayah tau Jaeyun gini. Tapi kamu selalu saja mengecewakan ayah."
Rahang Sunghoon mengeras mendengarkan penuturan ayahnya tersebut.
"Kenapa ayah ga bilang? Kenapa ga dari dulu ayah bilang kalo Jaeyun sakit?!"
Sang ayah tersenyum miring. "Jadi kalau Jaeyun sehat, kamu nggak mau menjaganya? Gitu?"
Sunghoon kembali diam. Wajahnya memerah menahan emosi dengan rahang mengeras dan tangan terkepal.
"Kita adalah pelabuhan Sunghoon, sementara orang-orang disekitar kita adalah kapal. Mereka berlalu lalang kesana kemari dikehidupan kita, tapi hanya satu dari kapal itu yang akan berlabuh pada pelabuhan." Sang ayah menatap kearahnya.
"Kita lihat kehendak Tuhan, apakah Jaeyun akan berlabuh pada kamu atau hanya sekedar berlalu lalang lalu karam." Ucap sang ayah.
Sunghoon menunduk, hatinya sangat sakit mendengarkan perkataan sang ayah.
Tak bisa ia bayangkan kalau nantinya Jaeyun benar-benar pergi meninggalkannya. Ia tak tahu harus apa, ia menangis dalam tunduk nya.
Air matanya jatuh setitik demi setitik. Ia menggigit bibirnya dengan kuat menahan isak tangis yang akan keluar dari bibirnya.
Ia sangat takut sekarang, apakah ia akan menjadi pelabuhan tua yang kesepian? Apakah kapalnya akan berlabuh padanya, atau karam?
Dadanya terasa sangat sesak, isak tangis yang sedari tadi ia tahan kini tak mampu lagi ia bendung.
Ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu kemudian terisak disana.
"Hiks... Salah Hoon sama Tuhan apa yah... Dulu Tuhan ambil bunda, sekarang juga ambil Jaeyun... Hoon harus apa biar tuhan maafin kesalahan Hoon dan ga ambil Jaeyun dari Hoon..."
Sang ayah tersenyum lembut, ia belai surai putra semata wayangnya itu.
"Dari awal kita milik Tuhan Sunghoon, semua yang ia ciptakan akan kembali padanya. Jangan menyalahkan Tuhan atas semuanya, Tuhan tau keputusan terbaik untuk semua ini"
Sunghoon mengangguk, entah ia menerima perkataan sang ayah atau hanya sekedar malas untuk menanggapinya.
Tak lama kemudian lampu tanda keberlangsungan operasi padam, Sunghoon langsung bangkit lalu beranjak kedepan pintu ruangan tersebut, menunggu Jaeyun nya keluar dari sana.
Pintu terbuka.
"Pasien dinyatakan koma, kita hanya mampu berserah pada Tuhan untuk keputusan terbaik bagi pasien"