Eren
5 min readJan 8, 2025
Kinan

Keesokan harinya pak Agam benar-benar pulang kekotanya, setelah mendapat izin dari pak Pramana dan Direktur langsung, ia tak membuang-buang waktunya lagi.

Ia ingin segera selesaikan semua masalahnya dan kembali bersama dengan Jinan lagi.

“Mas..” Celine berjalan menghampiri pak Agam yang baru saja sampai lalu memeluknya.

Pak Agam tak membalas pelukan itu, ia langsung bawa Celine masuk dan menutup pintu rumah mereka rapat-rapat.

Celine nampak tersenyum malu, “mas sekangen itu ya? Sampe buru-buru ngajak aku masuk terus nutup pintu..”

Pak Agam menghela nafasnya pelan, ia bawa Celine kearah sofa ruang tamu lalu menuntunnya untuk duduk.

“Celine, ada hal serius yang mau saya bicarakan dengan kamu.” Ucapnya.

Celine menatap pak Agam bingung, “apa itu?”

“Kali ini tolong pakai hati nurani kamu sebagai manusia, saya nggak akan marah sama kamu.” Ucapnya pak Agam serius, buat Celine sedikit gugup.

“Anak itu, anak itu bukan anak saya kan?” Tanya pak Agam serius.

Celine terdiam, lalu kemudian tertawa dengan raut gugup nya, “a-apaan sih mas? Anak ini ya anak kamu mas, kamu masih nggak percaya setelah selama ini? Kamu nggak inget kalau dulu waktu aku hamil muda, kamu kena morning sick?”

Pak Agam menghela nafasnya pelan, menatap Celine dengan tatapan serius.

“Saya memang morning sick, tapi bukan karna kehamilan kamu.” Ucapnya.

Celine langsung menatap pak Agam tak percaya, “apa maksud kamu mas?”

“Saya memang menghamili orang, tapi orang itu bukan kamu Celine. Saya sudah jadi seorang ayah sekarang, anak saya sudah lahir. Jadi tolong pakai hati nurani kamu sebagai manusia, anak saya butuh peran saya.”

Celine terdiam, tangannya mengepal kuat dengan mata berkaca-kaca.

“Saya tanya sekali lagi Celine, tolong jawab jujur karna saya nggak akan marah. Anak itu bukan anak saya, kan?”

Air matanya lansung luruh, “jadi anak itu sudah lahir mas, anak yang dikandung sama mahasiswa kamu..”

Pak Agam menatap Celine dengan tatapan terkejutnya, “kamu tau, Celine?”

Celine terkekeh sambil mengusap air matanya, ia kemudian berdiri dihadapan pak Agam.

“Memang, memang bener anak ini bukan anak kamu mas. Terus kamu mau buang aku sekarang, hah?! Mau buang aku kayak ayah dan ibu aku?!” Bentaknya dengan nada tinggi.

“Mas, anak itu hidupnya enak, walau kamu nggak tanggung jawab pun dia masih punya orang tuanya! Nggak kayak aku! Orang tua aku buang aku waktu tau aku hamil!” Suaranya bergetar, Celine benar-benar meluapkan semua yang ia pendam sendirian selama ini.

Sementara pak Agam hanya diam, menatapnya dengan tatapan tak percaya.

“Apa bedanya aku sama anak itu mas?! Nggak ada yang lebih baik diantara kita!! KITA SAMA-SAMA MURAHAN MAKANYA KITA HAMIL DILUAR NIKAH!!”

“JAGA BICARA KAMU MICELINE!” Pak Agam ikut berdiri, ia tak dapat bendung emosinya saat Celine bertingkah seolah tak ada yang salah dengan apa yang ia lakukan.

Padahal niat awal pak Agam ingin selesaikan masalah ini tanpa emosi, namun Miceline seakan membakar sumbu amarahnya hingga ingin meledak.

Celine terisak, “aku nggak punya siapa-siapa lagi mas… gimana aku bisa ngebesarin anak ini sendirian…”

“Kamu pun bisa mikir begitu Celine, gimana bisa ngebesarin anak sendirian. Saya juga mikirin hal yang sama, gimana bisa saya biarkan Jinan besarin anak saya sendirian! Cukup saat hamil aja dia sendirian — ”

“TAPI ANAK ITU MASIH PUNYA KELUARGANYA MAS!”

Pak Agam mengehembuskan nafasnya panjang, berusaha untuk menetralisirkan emosinya pada wanita yang tengah hamil tua itu.

“lalu kamu mau saya bertanggung jawab atas kesalahan yang kamu lakukan, hah? Saya memang bersalah dengan Jinan dan anak saya, maka dari itu saya ingin bertanggung jawab untuk mereka. Tapi apa saya salah sama kamu Miceline, sampai saya harus bertanggung jawab atas kesalahan yang kamu perbuat sendiri itu?”

Miceline terdiam, nada bicara pak Agam merendah namun terdengar begitu menusuk telinganya.

“Apa salah saya sama kamu Miceline?! Kurang baik apa saya sama kamu selama ini, hah?! Semua yang kamu butuhkan selalu saya kasih, bahkan kamar tempat saya istirahat, saya berikan untuk kamu! Lantas kenapa kamu masih meminta pertanggung jawaban atas kesalahan yang nggak saya perbuat?!” tanya pak Agam menggebu-gebu.

Miceline masih bungkam, wanita itu memegangi perutnya sambil terus menangis.

“Sakit… hichhh sakit mas…”

Permukaan lantai tampak basah dan digenangi air, buat pak Agam menghela nafasnya pelan.

Disaat seperti ini Celine justru menunjukkan tanda-tanda ingin melahirkan. Pak Agam pun dengan cepat menggendong wanita itu dan segera membawanya kerumah sakit terdekat.

Suasana koridor rumah sakit terlihat ramai, pak Agam, orang tuanya, dan orang tua Celine terlihat duduk dengan wajah penuh cemasnya.

Menanti proses persalinan Celine diluar.

Pak Agam sengaja tak ingin masuk untuk menemani wanita itu, ia masih kalut dan kesal dengan semua yang wanita itu lakukan padanya.

“Nak Agam.. nak Agam tolong maafkan Celine ya? Celine nggak mungkin kayak gini kalau om dan tante nggak ngusir dia waktu itu… dia pasti hilang arah sampai ngelakuin hal itu sama kamu…” Laras, ibunda Celine bersimpuh memohon maaf didepan pak Agam.

Pak Agam diam, ia masih berusaha mengontrol emosinya dan melapangkan dadanya untuk memaafkan kesalah Celine, walaupun itu sangat susah untuk dilakukan.

Sekar, ibunda pak Agam langsung genggam tangan putranya itu sambil menatapnya dengan lembut.

Ia paham apa yang dirasakan putranya sekarang, mengingat hidupnya belakangan ini sangat berat akibat Celine.

Pak Agam menghembuskan nafasnya panjang, menatap wanita yang tengah bersimpuh dihadapannya itu lalu meraih tangannya dan menuntunnya untuk duduk disebelahnya.

“Saya maafkan semuanga, tapi setelah ini tolong bawa Celine pulang, perlakukan dia dengan layak karna mau bagaimana pun ini juga berat untuk dia.” Ucap pak Agam.

Wanita itu mengangguk pelan sambil mengusap matanya yang basah, “makasih.. makasih sudah baik sampai sejauh ini nak Agam..”

Klek

Pintu ruangan terbuka, seorang wanita dengan jas putih keluar dari dalam sana.

“Bayinya perempuan, ibu dan bayinya sehat. Sudah bisa dijenguk sekarang.” Ucapnya.

Pak Agam bangkit, dan jad yang pertama masuk menjenguk keadaan Miceline.

Miceline nampak terbaring lemas dengan tatapan kosongnya, menatap kearah bayinya. Namun detik kemudian ia tersadar dengan kehadiran pak Agam, ia buru-buru mengusap pipinya yang basah.

Pak Agam duduk disebuah kursi disampin ranjang Miceline.

“Anakku perempuan, dan sehat. Makasih ya mas udah sabar ngerawat aku selama ini… berkat kamu anakku lahir dengan keadaan sehat.” Ucapnya.

Pak Agam masih diam, menatap kearah bayi kecil yang terbaring lelap itu.

“Aku minta maaf… aku udah bikin hidup kamu kacau — hichhh… maafin aku udah bikin kamu dan Jinan pisah… aku nggak bermaksud.”

Pak Agam menghela nafasnya pelan, “setelah ini tolong pulang, orang tua kamu diluar untuk jemput kamu.”

Celine tersenyum kecut, “Jinan pasti orang yang baik ya mas, sampai kamu secinta itu sama dia. Tolong sampaikan permohonan maaf aku ke Jinan..”

Pak Agam mengangguk pelan lalu bangkit dari duduknya, bermaksud ingin meninggalkan tempat itu. Namun Celine mencekal tangannya.

“Kinan, nama anakku Kinan. Namanya mirip sama Jinan karna aku harap anak aku bisa sekuat dan seberuntung Jinan.”

Pak Agam menganggukkan kepalanya lalu melepaskan genggaman tangan Celine padanya, “saya pamit, tolong hidup lebih baik setelah ini Celine.”

Celine mengangguk sambil tersenyum dengan air matanya, “aku janji nggak akan ganggu kamu dan Jinan lagi mas, semoga kamu dan Jinan selalu bahagia”

No responses yet