Setelah perdebatan panjangnya dengan Damian lewat pesan teks, tanpa pikir panjang Asher langsung bergegas pulang meninggalkan pekerjaan pentingnya itu.
Asher segera masuk kedalam rumahnya dengan terburu-buru, bahkan pintu mobilnya tak sempat ia tutup.
Saat sampai didepan pintu kamarnya, Asher kemudian menghembuskan nafasnya lega saat melihat Damian yang masih ada disana. Laki-laki mungil itu nampak sibuk mengemasi pakaiannya kedalam sebuah koper besar dengan terburu-buru.
"Sayang, dengerin penjelasan mas dulu ya? Jangan pergi." Ucap Asher seraya mendekati Damian.
"U-udahlah mas, ga usah ditutupin lagi. Dami udah tau juga." Jawab Damian dengan suara parau bahkan tanpa menoleh kearah Asher.
Asher tau, kasihnya itu pasti menangis.
Ia mengembuskan nafasnya gusar, lalu meraih pergelangan tangan Damian kemudian membawa pemuda itu menghadap kearahnya.
Dilihatnya wajah sembab Damian yang masih basah oleh air mata.
"Dengerin mamas, ya? Mamas ga selingkuh, sama sekali enggak. Mamas cuma cinta sama kamu, Damian." Ucapnya seraya menghapus jejak air mata pada pipi Damian.
Damian bergeming, namun air matanya terus mengalir keluar membasahi wajahnya.
Asher menghela nafasnya panjang, lalu ia lepaskan tautan tangannya pada tangan Damian. Tangannya merogoh saku kanan kiri blazer yang ia pakai lalu menemukan benda yang ia cari.
Ia keluarkan benda itu dari sana, lalu membuka kotak yang menjadi wadah benda tersebut.
"Maaf mamas ga bilang-bilang sama kamu, harusnya mamas mau ngasih ini nanti malem waktu kita dinner. Mamas sayang sama kamu, mamas mau kamu jadi pendamping hidup mamas." Ucap Asher meraih tangan kanan Damian.
Ia cium punggung tangan itu dengan lembut dan penuh kasih sayang kemudian memasangkan sebuah cincin permata pada jari manis Damian.
Damian terkejut bukan main, ia sedikit bingung. Apakah Asher tengah melamarnya sekarang?
"Dami, mau ya nikah dan hidup bahagia sama mamas?" Asher menatap Damian dengan senyum diwajahnya.
"Jelek! Mamas jelek! hiks..." Damian langsung memeluk pria didepannya itu lalu menangis dalam dekapannya.
Asher terkekeh pelan seraya mengusap surai hitam milik Damian dengan sayang.
"J-jelek hiks... Dami ma-marah..." Ucap Damian disela-sela tangisannya.
"Jadi mamas diterima atau ditolak?" goda Asher.
"Iya! hikshh..." Damian mengangguk pelan.
"Iya, apa? ditolak?"
"Diterima ish!" Ucap Damian ketus.
Asher tertawa pelan lalu melonggarkan pelukannya, kemudian menangkup pipi Damian agar menatap kearahnya.
"Jangan nangis lagi ya, calon istri?" Ucap Asher yang membuat pipi Damian bersemu merah.
Kemudian ia kecup ranum cantik milik Damian, ralat— bukan kecupan melainkan sebuah ciuman lembut penuh mesra.
Damian pun membalas lumatan itu tak kalah mesranya, seakan tengah menyalurkan rasa bahagianya lewat ciuman itu.
"Mphh—"
Asher segera melepas tautan cumbuan itu saat Damian beberapa kali memukul dadanya pelan seolah memberi isyarat.
"Jangan pernah berfikir buat pergi dari mas lagi ya? Mas cinta sama kamu, mas bisa apa kalau kamu ninggalin mas sendirian."
Damian mengangguk lalu kembali memeluk Asher dengan erat.
"T-tapi foto itu—"
"Itu adek mas, namanya Arkha. Dia tinggal diJerman sekarang, makanya kamu gapernah liat." Jawab Asher cepat.
"Terus kanapa mamas marah waktu aku mainin laptopnya?"
Asher menghembuskan nafasnya, lalu kemudian menarik sudut bibirnya tersenyum.
"Mas takut nanti kamu liat file wedding kita disana."
Damian diam menatap Asher.
"Wedding? Maksudnya nikah?"
"Iya sayang. Nanti malem kita dinner ya, mas udah terlanjur booking resto buat lamar kamu, gataunya timingnya ga tepat." Jelas Asher.
"Maaf..."
"Udah gapapa, jangan sedih lagi oke?"
"Iya mas" Damian menyunggingkan senyumnya.
"Yaudah, ayo beresin lagi pakaiannya kedalam lemari."
"Hu'um"