“sial bener nasib gue…” Rajessa sedari tadi tak berhenti menghela nafasnya.
“sekarang gue harus kemana, harus ngapain sampe satu jam kedepan?” Gumamnya sambil terus melangkahkan kakinya.
“SEPTIAN!!”
Rajessa reflek menoleh, mendengar nama seseorang yang baru-baru ini ia kenal. Dan betapa terkejutnya ia saat dirinya baru saja menoleh, Septian — pemuda yang menolongnya tadi pagi itu berlari kearahnya dan langsung menarik tangannya.
“anjir anjir! Ini mau kemana!” Rajessa ikut panik dan berlari mengikuti Septian.
Pemuda itu tak menjawab, namun saat mereka melewati ruang kesehatan, Septian langsung menyeretnya masuk dan menutup pintu ruang kesehatan itu rapat-rapat.
“sstt…” Septian bungkam mulut Rajessa dengan sebelah tangannya, sementara matanya menatap kearah jendela memperhatikan suasana sekitar.
“SEPTIAN DIMANA KAMU! SAYA TAU KAMU ADA DISEKITAR SINI!”
“Anjir si pengkor dendam banget sama gua” gumam Septian, sepertinya pemuda itu masih belum mengetahui siapa yang ia seret untuk ikut bersamanya.
Plak
“gue ga bisa napas gara-gara tangan lo” Ketus Rajessa menatap kesal pemuda didepannya ini.
“sorry sor — loh! Lu yang tadi pagi kan?” Kaget Septian menatap Rajessa.
“lo tuh kenapa kebiasaan banget main tarik anak orang! Untung ga jatoh gue!”
“ya maaf, gua reflek aja tadi.” Ucap Septian sambil menyandarkan dirinya dibelakang pintu ruang kesehatan itu.
“lu ngapain lagian keliaran jam pelajaran gini, ga takut dikejer si Herman lu?” Tanya Septian.
“lo sendiri ngapain tadi sampe dikejer sama pak Herman begitu?” Balas Rajessa kembali bertanya.
“fans gua dia mah, liat gua dikit langsung ngejer-ngejer kayak kesetanan.” Septian terkekeh.
“stress.” Rajessa merotasikan matanya.
“lu belum jawab pertanyaan gua, ngapain keliaran jam pelajaran gini?” Septian menatap Rajessa serius.
“dihukum sama bu Juni gara-gara main hp” jawab Rajessa sedikit kesal mengigat dirinya yang diusir dari kelas beberapa waktu lalu.
Septian tertawa, “lagian lu kenapa main hp cil, pantesan diusir!”
“cil? Siapa yang lo bilang cil?!”
“lu! Jecil, Jessa kecil hahaha…”
“gue ga sekecil itu! Lu nya aja yang titan!”
“kecil mah kecil aja”
Rajessa berdecak kesal seraya merotasi matanya. “Ini kita sampe kapan mau disini?”
“Gua sih sampe pulang, lu kalo mau keluar sok aja buka pintunya” ucap Septian.
“enggak dek, disini aja kayaknya. Soalnya kalo mau keluar juga gatau mau kemana.” Rajessa berpindah duduk disebelah Septian, menyandarkan dirinya pada tembok.
“Oh yaudah”
Hening menyelimuti keduanya, Septian memejamkan matanya sementara Rajessa hanya merenung.
“Jessa”
“Septian”
Ucap keduanya kompak.
“duluan dah” ucap Septian.
“Eum.. gue mau bilang makasih tadi udah bantuin gue pagi tadi, sama maaf juga gue sempet ngira lo anak nakal.” Ucap Rajessa penuh rasa bersalah.
Septian terkekeh pelan, menolehkan atensinya menatap pemuda disebelahnya itu “parah lu, gini-gini walaupun buronan Herman gua anak baik-baik.”
“ya maaf.. gue kan minta maaf..”
“hahaha iya, santai” balas Septian.
“terus lo tadi mau ngomong apa?”
Septian menggeleng “cuma mau nanya aja, kenapa tadi pagi lu diem doang waktu gua ajak ngomong. Ga taunya ngira gue anak nakal.”
“iya.. sekali lagi maaf..”
“iya kecil iya” gemas Septian mengusak surai legam milik Rajessa.
Lalu Septian meraba kantung celananya, mengeluarkan benda tipis berbentuk persegi panjang dari sana.
“mau mutualan wa ga?” Ucap Rajessa tiba-tiba menawarkan diri.
“boleh, sebutin nomor lu.”
Rajessa pun menyebutkan deretan angka yang menjadi nomor seluler nya, sementara Septian langsung menyimpan nomor milik Rajessa itu.
“udah gua p in, masuk ga?” tanya Septian memastikan.
“masuk mungkin, hp gue lagi di sita sama bu Juni”
“hahaha kasian… yaudah dari pada kita bosen mending main Ludo, lu ngerti kan cara mainnya?”
Rajessa mengangguk cepat, lalu berakhirlah keduanya memainkan game online di handphone milik Septian.