Pagi itu Java dan Seth tengah berbaring diatas ranjangnya sambil berpelukan, berbagi kehangatan satu sama lain. Kondisi kamar yang semula berantakan pun kini telah rapi kembali.
Semuanya tentu bukan Java yang kerjai sebab tubuhnya masih tak cukup kuat untuk beraktivitas banyak, maka suaminya lah yang ambil alih semua tugas itu.
Beruntung hari ini Seth dapat mengambil cuti, jadi ia bisa terus temani suaminya itu seharian penuh.
Tok tok tok
Suara ketukan terdengar, Java dan Seth tentu tau siapa pelakunya. Tak lain dan tak bukan adalah putra mereka, Zion.
“Baba.. Dadda.. abang sudah boleh masuk?” Tanya anak itu.
Seth pun beranjak lalu bergegas membukakan pintu untuk putranya itu, setelah pintu terbuka, tampak sikecil sudah siap dengan seragam sekolahnya.
“Baba enggak kerja?” Tanya anak itu.
Seth menggeleng pelan, “Baba cuti hari ini, mau temanin Dadda..” ucapnya.
Anak itu mengangguk pelan sambil sedikit mengintip kedalam, “abang boleh masuk?” Tanya nya.
Seth mengangguk pelan sambil merangkul putranya itu lalu menuntunnya masuk kedalam kamar.
“Dadda!!” Anak itu segera berlari menghampiri Java saat lihat bagaimana raut lesu dengan wajah pucat itu tersenyum padanya.
“Dadda masih sakit ya? Dadda jangan banyak gerak ya? Abang sayang Dadda…” ucap anak itu sambil memeluk Java erat.
Java terkekeh pelan sambil melirik kearah Seth yang ikut bergabung bersama mereka.
“Maafin Dadda ya, udah bikin abang khawatir.. Dadda nggak apa-apa kok, cuma capek aja sedikit..” ucapnya.
Anak itu mengangguk pelan, “nggak apa-apa Dadda… kata bibi jadi hamil itu capek.” Ucapnya.
Seth terkekeh pelan, padahal penyebab lelah yang dimaksud Java sangat berbeda dengan yang dipikirkan oleh putranya itu.
Java hanya tersenyum lalu mencium dahi putranya itu lembut, kemudian ia usap surai legam itu dengan sayang.
“Belajar yang rajin ya? Maaf Dadda enggak bisa bikinin bekal buat abang hari ini..”
“Enggak apa-apa Dadda.. tadi bibi sudah masakin abang bekal..”
“Loh bibi udah dateng ya?” Tanya Java kaget, sebab biasanya si bibi datang diatas jam 9 pagi.
“Bibi tidur sama abang, Baba yang minta bibi temanin abang..”
Java termenung sejenak, ia merasa sangat bersalah karna telah merepotkan banyak orang kemarin. Terutama bibi, pasti wanita itu sangat kewalahan akibat ulahnya.
Seth yang paham pun langsung usap pundak suaminya itu dengan lembut, “nanti biar aku yang antar bibi pulang, hari ini bibi cuti, biar aku yang temanin kamu.” Ucapnya.
Java mengangguk pelan, walaupun begitu tak dapar dipungkiri ia tetap merasa bersalah.
“Yaudah, abang semuanya udah siap kan? Kalo udah biar Baba antar sekarang..”
Anak itu mengangguk pelan “sudah Baba..”
Seth tersenyum lalu usap surai putranya itu lembut, “pamit dulu sama Dadda, sama adik mochi nya..”
Anak itu langsung memeluk Java dengan erat lalu mencium pipinya, “Dadda cepat sembuh ya, jangan lama-lama sakitnya… abang sayang Dadda…” ucapnya.
Java mengangguk sambil tersenyum, “iyaa abang sayang, terimakasih ya… Dadda juga sayang abang..”
Anak itu tersenyum lalu berpindah keperut Java, ia peluk perut itu lalu tangannya tergerak ingin menyingkap baju yang Java kenakan. Namun dengan cepar Seth cegat tangan putra nya itu, sebab ia tak mau memberi banyak alasan lagi jika anak itu melihat banyak tanda cupangan disana.
“Jangan dibuka, nanti Dadda masuk angin.” Ucapnya buat Java terkekeh pelan.
Anak itu pun mengangguk paham, tangan mungilnya tergerak mengusap perut rata itu dengan lembut, lalu menciumnya.
“Abang sekolah dulu ya adik, adik jangan nakal diperut Dadda.. jangan bikin Dadda capek ya, abang sayang adik..” ucapnya lembut.
Java tersenyum, ia sangat senang melihat perubahan sikap putranya yang mulai dewasa itu.
“Aku antar abang dan bibi dulu ya, kalau ada apa-apa langsung telfon aku.” Ucap Seth lalu mencium dahi suaminya itu lembut.
Java mengangguk, “iya sayang.” Ucapnya.
Seth tersenyum lalu dengan cepat mencuri satu kecupan dibibir manis itu, buat Java seketika mendelik dengan pipi yang memerah.
“Dasar..”