Eren
4 min readDec 7, 2024

miss those days

Pagi itu Java terbangun dari tidurnya dengan posisi terhimpit, terhimpit diantara pelukan suami dan putranya hingga ia kesulitan untuk bergerak.

Java tersenyum, ia sangat menikmati saat-saat seperti ini, bagaimana hangatnya dekap sang suami dan eratnya peluk yang putranya yang tak mau kalah itu.

Hari ini, tanggal 08 Desember hari dimana Seth kembali dilahirkan untuknya. Ia tak ingin melewatkan hari ini tanpa perayaan, maka ia rencanakan perayaan itu tanpa memberi tahu sang suami.

“Ayo bangun, udah pagi nanti telat.” Ucapnya sambil mencium dahi suami dan putranya bergantian.

Seth dan Zion perlahan membuka matanya, dengan mata yang masih sayu mereka kompak memberikan ciuman dipipi Java.

Morning Dadda..” ucap mereka bersamaan.

Java terkekeh sambi mengangguk, “Morning too, sayangnya Dadda…” balasnya.

Mereka pun segera beranjak dari tempat tidurnya, bergegas mempersiapkan diri untuk kembali memulai hari seperti biasanya.

“Dadda, hari ini jadi kan?” Tanya Zion pada Java dengan mata yang berbinar.

Java tersenyum sambil mengangguk, “jangan kasih tau baba, okay?” Bisik Seth sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

Zion mengangguk cepat sambil menautkan kelingking mereka.

“Hayo loh, kenapa itu bisik-bisik? Ngomongin Baba ya?” Tanya Seth yang datang menghampiri mereka dengan seutas dasi ditangannya.

Java terekekeh lalu menghampiri suaminya, kemudian memasangkan dasinya seperti biasa.

“Adek kenapa belum mandi sayang? Nanti telat sekolahnya…” tanya Seth heran melihat penampilan putranya yang nampak belum siap.

Sepertinya pria itu melupakan hari lahirnya sendiri.

Java tersenyum sambil mengencangkan simpul dasi suaminya itu, “dia dapet free hari ini buat istirahat.” Ucapnya.

Seth mengangguk paham, ia baru teringat kalau putranya kemarin baru saja mengikuti lomba renang dan berhasil meraih gold medal. Ia paham kalau putranya pasti sangat kelelahan dan butuh istirahat.

“Yah… berarti Baba berangkat sendir hari ini ya..” ucapnya.

Zion mengangguk dengan wajah bangga nya, “yang sabar ya Baba, hari ini adek mau ngedate sama Dadda dulu.” Ucapnya buat Seth tertawa.

Ia mengangguk pelan lalu mencium kedua pipi putrannya itu, kemudian bergantian mencium dahi suaminya itu dengan lembut dan terakhir membubuhkan sebuah kecupan pada ranum tebal kemerahan itu.

“Yaudah have fun ya, sayang-sayangnya Baba… Baba kerja dulu..” pamitnya.

Baik Java dan putranya sama-sama melambaikan tangannya sambil tersenyum dan menatap kearah mobil Seth yang mulai meninggalkan kediamannya itu.

“Ayo Dadda, kita buat kue besar untuk Baba!!” Ajak anak itu antusias.

Java terkekeh lalu memeluk putra kecilnya itu erat, “kamu mandi dulu, malu nanti diledekin Jeje sama Bubu..”

“Jeje kesini juga? Akhh… adek nggak suka Jeje, Jeje suka jahil…” eluh anak itu buat Java tertawa pelan.

“Dadda Jeje nakal! Akhhh!!”

Sejak kedatangan Jevan dan Shion yang niatnya ingin membantu itu, suasana rumah Java dan Seth menjadi sangat ramai. Jevan yang awalnya bertugas dibagian dekorasi bersama Shion, kini tengah asyik menjahili Zion hingga anak itu terlihat frustasi bahkan ingin menangis.

“Jeee udah dong, ntar anak aku nangis..” ucap Java sambil mengelus surai putranya yang tengah memeluknya erat.

Jevan tertawa puas melihat bagaimana raut ketakutan anak itu manatap kearahnya.

“Yaudah adek main sama Bubu aja gih, temenin Bubu sama dedek cimolnya.” Ucap Java sambil melirik kearah Shion dengan perut besarnya itu tengah duduk disebuah sofa diruang tengah.

Pria manis yang tengah berbadan dua itu tak bisa banyak bergerak sebab kewalahan membawa perut besarnya.

“Sini sayang sama Bubu, Jeje nggak usah ditemenin” ucap Shion sambil merentangkan tangannya.

Jevan hanya tertawa kecil melihat bagaimana pria yang lebih mungil darinya itu tampak kewalahan dengan perut besarnya.

Zion pun berlari menghampiri Shion lalu duduk disebelah pria itu, “dedek cimolnya udah bangun belum Bubu?” Tanya nya.

“Coba elus, kalo perut bubu gerak berarti dedeknya bangun.” titah Shion sambil menatap perutnya.

Anak itu dengan semangat langsung mengelus permukaan perut Shion sambil terus memanggil-manggil sosok bayi kecil yang masih bersemayam didalam perutnya.

“Ih gerak!! Dedeknya bangun!! Dadda liat, dedek cimolnya bangun!!” Anak itu berteriak heboh sambil menunjuk perut bulat Shion, buat Java tertawa gemas.

Putranya itu tampak bersemangat menantikan kelahiran adik sepupunya, namun diam-diam ia tampak tersenyum kecut sambil mengelus perutnya yang rata.

Java tak bohong, ia ingin hamil lagi. Ia rindu masa-masa mengandungnya, dimana ia bisa merasakan bagaimana ada nyawa lain didalam tubuhnya.

Namun ia tak ingin buat kasih sayang untuk putranya terbagi menjadi dua, ia ingin putranya merasakan kasih sayang penuh yang berlimpah dari ia maupun suaminya.

“Pasti lo pengen hamil lagi ya?” Tanya Jevan menatap teman karibnya itu.

Javan mengangguk pelan sambil tersenyum.

“Kangen waktu Zion masih didalem perut aku..” ucapnya.

Jevan terkekeh sambil menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu pelan, “buat lagi lah, ajak Seth staycation kemana gitu. Cuma lu berdua, terus jubjub sampe lu hamil.”

Java terkekeh sambil menggeleng, lalu menatap putra kecilnya dari kejauhan, “nggak semudah itu lah, ya walaupun emang mudah tapi kita juga mikirin Zion. Dia nggak mau punya adek katanya.”

“Zion masih kecil, jadi gampang nanti dibujuknya. Yang penting bikin dulu aja, mumpung Zion masih kecil. Kalo dia udah gede mah kasian, nanti malu.” Ucap Jevan buat Java semakin tertegun.

“Nanti deh, aku omongin lagi sama Seth.”

Jevan terkekeh, “lagian emang lu berdua emang gak bosen maen pake kondom mulu?”

“Emang nggak pake kok, selama ini aku yang minum pil biar nggak hamil.” Ucapnya.

“Sayang dah tuh, bibit-bibit unggul terbuang sia-sia.”

Java tertawa pelan lalu kembali fokus dengan mixer dan adonan kuenya, sambil terus memperhatikan bagaimana raut bahagia putra kecilnya itu bermain dengan perut bulat Shion.

No responses yet