Eren
3 min readDec 31, 2024

limit

Pagi itu pak Agam terbangun dengan keadaan sakit dibagian kepala, ia meringis pelan seraya membuka matanya perlahan. Namun alangkah terkejutnya ia ketika melihat sosok yang tengah ia peluk sekarang bukanlah sosok yang ia bayangkan.

Ia lantas buru-buru bangkit sambil mencari bajunya, dengan perasaan tak karuan pak Agam sedikit lega sebab calananya masih terpasang lengkap.

“Mas Agam..” alun suara lembut menyapa indra pendengaran pria itu.

“Celine, saya udah bilang kamu untuk tidur dikamar tamu. Kenapa kamu masih tidur disini?” Tanya pak Agam dengan nada kesal.

Pria itu sungguh tak suka wilayahnya dimasuki tanpa seizinnya.

Celine, gadis yang terpaut usia 5 tahun lebih muda darinya itu lantas merengut.

“Emang kenapa sih nggak boleh? Kita itu udah deket dari kita kecil mas, bahkan dulu kita pernah mandi bareng.”

Pak Agam langsung memijat pangkal hidungnya, pria itu pening dibuat gadis itu.

“Celine, apapun yang kita lakuin waktu kita kecil itu udah beda. Kita udah dewasa, kita punya batasan. Kamu langgar batasan kamu, masuk kewilayah saya, wajar saya marah.” Ucap pak Agam menatap Celine kesal.

Saat Celine ingin membalas ucapan itu, dengan cepat pak Agam langsung menimpali, “sekarang kamu keluar dari kamar saya, saya harap ini terakhir kalinya kamu berbuat lancang. Kalau kamu masih melanggar batasan kamu, saya nggak segan-segan untuk usir kamu dari sini.”

Perempuan itu tampak tak percaya dengan apa yang pak Agam katakan, ia lantas buru-buru bangkit dari ranjang milik Agam lalu menatap pria itu sendu.

“Aku nggak nyangka kamu berubah kayak gini mas, kamu kasar. Aku nggak kenal kamu yang sekarang, yang aku kenal cuma mas Agam yang lembut dan sayang sama aku.” Ucapnya lalu meninggalkan kamar milik pak Agam.

Pak Agam menghela nafasnya pelan, menatap kepergian wanita itu. Pak Agam tak punya pilihan, ia tak suka saat ada yang semena-mena terhadap dirinya.

Sekalipun itu adalah Celine, teman masa kecil sekaligus mantan kekasihnya yang sempat ada dihatinya itu.

Drrt Drrt

Pak Agam menatap ponselnya yang berdering, ternyata hanya dering alarm. Namun saat ia buka lockscreen hanphonenya ia sedikit terkejut mendapati roomchat nya dengan Jinan.

“Rasanya semalam saya nggak buka Imess..” gumamnya

Padahal pak Agam ingat betul semalam ia tak buka handphone nya sama sekali, namun mengabaikan rasa bingungnya itu, pak Agam justru penasan apa yang ingin dikatakan oleh Jinan padanya.

Jinan tengah duduk termenung menatap lima buah tespack dengan dua garis terang disana, matanya sungguh terasa perih sebab semalaman penuh menangis.

Ia hilang arah, tak tahu harus salahkan siapa.

Haruskan ia salahkan pak Agam yang tak bisa mempertanggung jawabkan kehamilannya, atau haruskah ia salahkan janin kecil yang tiba-tiba muncul didalam dirinya.

Ah, baginya yang paling salah disini adalah dirinya sendiri. Sebab ini semua tak akan terjadi jika ia bisa menjaga diri.

Jinan menatap pantulan dirinya dicermin, sungguh mengenaskan. Tak pernah terbayangkan ia akan merasakan hal seperti ini.

Ia kembali terisak, membayangkan betapa kecewa kedua orang tuanya jika tahu kabar tentang dirinya.

Drrt Drrt

Ponselnya bergetar, Jinan melirik sebentar, ternyata notifikasi pesan dari pak Agam. Jinan semakin terisak, hatinya benar-benar sakit membayangkan bagaimana pak Agam bemesraan dengan wanita lain disaat ia tengah mengandung anak laki-laki itu.

“Anjing.. Agam anjing! Hichh…” umpatnya.

Jinan menelungkupkan kepalanya diantara kedua lutut yang ia peluk, pikirannya sungguh berkecamuk. Banyak macam bisikan aneh ia dengar, salah satunya suruhan untuk mengakhiri hidupnya dan terbebas dari masalah ini.

No responses yet