“Pasti berat buat kamu hamil sendirian, maafkan saya sudah gagal mendidik Agam..” seorang wanita parubaya yang datang beberapa saat lalu bersuara.
Jinan awalnya mengira sepasang suami istri itu adalah rekan kerja ibundanya yang datang ingin menjenguk, tapi siapa sangka sepasang suami istri itu adalah orang tua pak Agam.
Jinan terdiam, ia merasa canggung dan bingung harus merespon seperti apa.
Wanita itu menggenggam erat tangannya seraya mengusapnya lembut, “kita tunggu sama-sama bukti yang akan Agam tunjukkan kekita, semoga bisa jadi kabar baik untuk kita semua.” Ucapnya.
Mata wanita itu sembab, wajahnya nampak terlihat lelah, Jinan tau wanita ini pasti menangis semalaman.
Jinan mengangguk pelan, “ini bukan kesalahan pak Agam sepenuhnya, saya juga salah karna nggak ngasih tau pak Agam tentang kehamilan saya.” Ucapnya.
Wanita itu tersenyum lalu mengusap surai Jinan lembut, “saya ngerti kok kamu pasti bingung dan takut kan, apalagi waktu kamu ngira Agam sudah punya istri. Saya juga sama kagetnya dan baru diberitahu, ternyata wanita itu cuma ngaku-ngaku aja.”
“Kalau nantinya Agam memang terbukti bukan ayah dari anak itu, tolong pertimbangkan ya keputusan kamu. Saya yakin kamu orang baik, makanya Agam sayang sama kamu.” Ucap wanita itu, buat jantung Jinan berdebar.
Nyatanya perasaan yang sudah ia kubur dalam-dalam itu kembali, atau Jinan memang diam-diam masih mencintai.
“Susah untuk Agam membuktikan itu, soalnya dia nggak pasang CCTV dirumah. Kalau cuma mangandalkan hasil test DNA, takutnya hasilnya disabotase.” Ucap Pria parubaya yang diketahui sebagai ayah pak Agam itu.
Pria itu nampak menghela nafas panjang, walaupun kemarin ia memukul pak Agam tanpa ampun, nyatanya ia masih memikirkan kesulitan putranya itu.
Ia juga paham jika berada disituasi yang sama dengan Agam, semuanya akan terasa sangat sulit.
Ditengah-tengah perbincangan serius itu, Jinan hanya memikirkan satu orang, yaitu pak Agam.
Sejak tadi ia terus mencari-cari keberadaan pria itu, namun sampai sekarangpun tak terlihat batang hidungnya.
“Eum.. pak Agam dimana?” Tanya Jinan.
“Agam lagi dihukum, sebelum dia bisa membawa bukti akuratnya, dia belum diperbolehkan datang untuk lihat kamu dan anak kamu.” Ucap pria itu.
Jinan tertegun, pak Agam pasti sangat tertekan sekarang.
“Ayah, sepertinya kita juga harus bantu Agam untuk kumpulkan bukti yang lain.”
Si pria itu langsung menoleh pada istrinya seakan bertanya apa yang harus mereka lakukan.
“Kita temui orang tua Celine, soalnya bunda rasa mereka juga nggak tau apa-apa soal Celine.”
Pria itu mengangguk setuju, “ayah juga curiga soal itu, malam ini kita berangkat.” Ucapnya.
Jinan diam-diam tersenyum kecil, keluarga pak Agam benar-benar keluarga yang harmonis dan baik.
“Terima kasih, om.. tante..” ucapnya.
“Panggil ayah dan bunda saja, Jinan.”
Keesokan harinya kedua orang tua pak Agam benar-benar mendatangi kediaman orang tua Celine, sekaligus rekan kerja ayah dari pak Agam.
Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh ayah dan ibu Celine.
“Akhirnya bisa ketemu lagi kita, awet muda loh kalian.” Ucap ibu Celine sambil tersenyum.
Ibu dari pak Agam terkekeh pelan, lalu duduk disebuah sofa diruang tamu itu. Sebelum datang pun ibu dari pak Agam tak memberi tahu sama sekali maksud dari kedatangan keduanya, ia hanya mengatakan ingin berkunjung sebentar.
“Agam katanya udah jadi dosen ya? Keren deh anak-anak mu, yang satu jadi pengusaha sukses, yang satu lagi jadi dosen. Pasti bangga banget jadi kamu.” Ucap ibu Celine.
Ibu pak Agam tersenyum, “memang anak-anakmu gimana, Laras? Aku nggak pernah dengar kabar apapun tentang anak kamu, tapi kamu tau semua tentang anakku.” Ucapnya.
Laras, ibunda Celine terkekeh namun kemudian wajahnya berubah sendu.
“Amar, anakku yang paling tua itu sekarang lagi tugas diluar… jadi tentara dia, kayak suami kita. Kalau Celine…” terdengar helaan nafas panjang dari wanita itu.
“Kenapa Celine?” Pancing ibu pak Agam.
“Diusir sama Mas Hanan… udah lama..” ucapnya buat ibu pak Agam terkejut.
“Loh kok bisa? Memang Celine kenapa, Ras?”
Wanita itu tersenyum kecut, “aku nggak tau, dari tiga anakku kayaknya cuma Celine yang suka bikin ulah sampai terakhir mas Hanan udah nggak bisa nahan amarahnya lagi.”
“Loh, padahal suami mu itu sabar kan ya sama anak-anak, nggak kayak suamiku.”
Wanita itu menganggukka kepalanya, “Celine ngaku kalau dia hamil, tapi laki-laki yang menghamili dia itu kabur dan nggak mau bertanggung jawab… aku juga nggak nyangka Celine jadi kayak gini, semenjak bergaul sama orang-orang yang bebas dia jadi sulit dikendalikan.” Ucapnya sambil mengusap matanya yang basah.
Ibu pak Agam menghela nafasnya lega, sambil mengusap punggung temannya itu pelan.
“Kamu tau Celine dimana sekarang?” Tanya ibu pak Agam.
Wanita itu menggeleng pelan, pundaknya bergetar dengan isak tangis yang mulai terdengar.
Wanita itu merindukan putrinya.
“Celine dirumah Agam sekarang.” Ucap ibu pak Agam, buat wanita itu menatapnya dengan tatapan terkejut.
“Dia datang nemuin Agam, minta tolong sama Agam untuk biarin dia tinggal disana. Tapi setelah Agam kasih dia tinggal disana, dia jebak Agam. Bikin skenario seolah-olah Agam ngapa-ngapain dia sampai hamil. Semuanya baru terungkap sekarang waktu Agam nemenin mahasiswanya lahiran, lahiran anak Agam yang asli.” Jelas ibunda pak Agam buat wanita itu terkejut bukan main.
“Agam mau bertanggung jawab sama mahasiswanya, tapi dia perlu bukti kalau anak yang dikandung Celine itu bukan anaknya. Jalan satu-satunya cuma test DNA, tapi kami takut hasil test akan dipalsukan.” Lanjutnya.
Wanita itu menangis sejadi-jadinya, ia merasa kecewa dan malu atas apa yang dilakukan putrinya. Ia langsung bersimpuh sambil terus meminta maaf pada ibunda pak Agam.
“Celine sebentar lagi melahirkan, yang harus kalian lakuin cuma satu. Temui Celine dan bawa dia pulang, Celine cuma punya kalian sekarang.” Ucapnya.
Wanita itu mengangguk sambil mengusap matanya, “nanti aku bujuk mas Hanan, sekali lagi maafin Celine dan makasih udah ngasih tau aku soal ini.”