Semilir angin diiringi dengan suara deburan ombak menambah kesan hikmad nya acara sakral pengucapan janji sehidup semati antara dua insan itu.
Sorak riuh dari tamu undangan terdengar kala pria cantik dengan tuxedo putih itu berjalan menuju altar pernikahannya. Pria itu—Damian menyunggingkan senyum manisnya kala melihat wajah tampan suaminya itu yang juga tengah menatapnya dengan binar dimatanya.
Ikrar sumpah dan janji suci telah mereka ucapkan untuk terus hidup bahagia sebagai pasangan yang mencintai satu sama lain. Kini, tiba saatnya dimana Asher diizinkan melihat betapa cantik istrinya itu dengan balutan tuxedo putih dengan buket mawar putih tanda kesucian cinta mereka ditangannya.
Tak henti-hentinya Asher mengucapkan kata-kata pujian dalam benaknya kala melihat wajah cantik itu tersenyum manis padanya.
Tanpa ia sadari, setitik bulir bening mengalir dari sudut matanya.
Tak perna ia bayangkan kalau laki-laki yang membantunya memenuhi kebutuhan untuk pengobatan penyakitnya itu kini menjadi pendamping hidupnya.
Dulu ia selalu mengutuk penyakit yang ia dapatkan dari genetik mendiang ayahnya itu, namun kini iya bersyukur karna penyakit itulah yang membawanya bertemu dengan seorang pria manis itu.
Begitupun Damian, ia yang dulunya kesusahan oleh galaktorea yang ia derita kini sangat bersyukur karna kelainan itu. Karna berkat kelainan hormon itulah yang membawanya bertemu dengan pria tampan yang kini menjadi suaminya itu.
Ah, satu lagi. Mereka pun tak henti-hentinya mengucapkan banyak terimakasih pada dokter Sandi dan suaminya itu karna berkat mereka lah Asher dan Damian dapat bertemu.
Damian menoleh sejenak menatap keluarga kecil dokter Sandi dengan bayi kecil digendongan suaminya, lalu menggumamkan kata 'terima kasih'
Keluarga kecil itu pun tersenyum membalas ucapan Damian.
"CIUM! CIUM! CIUM!" Seruan dari tamu undangan saat Damian telah berhadapan dengan suaminya itu.
"I love you, Damian"
" I love you, mas Asher"
Kemudian dua benda lembut itu bertemu. Asher memeluk pinggang ramping istrinya itu, pun Damian yang mengalungkan kedua tangannya pada pundak suaminya itu.
Lumatan lembut itu seakan menggambarkan betapa bahagianya mereka saat ini, tak peduli dengan ramainya sorakan tamu undangan.
Yang mereka pedulikan saat ini hanyalah perasaan bahagia mereka yang kini telah sah menjadi pasangan dimata tuhan dan hukum.