Eren
3 min readAug 19, 2023
— sebuah senyum

Jaeyun kini tengah berjalan menyusuri koridor sekolahnya, ia merasa sedikit bosan karena ditinggal kekasihnya itu— Sunghoon yang diminta berkumpul dengan tim ekskul futsalnya itu.

Sebenarnya Sunghoon telah berulang kali menawarinya untuk ikut bersamanya, namun tentu saja Jaeyun tolak. Laki-laki manis itu merasa tak enak jika ia berada disekitar teman-teman Sunghoon, hal itu dikarenakan teman-teman Sunghoon selalu saja menggoda mereka saat mereka terlihat bersama. Tentu saja Jaeyun malu, dan mungkin hal itu kini telah menjadi traumatik untuk Jaeyun.

Kini kakinya telah menapaki lantai sebuah mini market sekolah mereka, ia berjalan menuju stan snack untuk membeli beberapa snack di sana.

Setelah mendapat snack yang ia inginkan, Jaeyun segera membawanya kekasir untuk dibayar.

"Waduh pak, duit saya tinggal ditas. Ngutang dulu boleh ga? Boleh ya pak?"

"Gabisa nak, emang kamu pikir ini warung pinggir jalan?"

"Pak please lah saya laper banget ini nanti saya pingsan gimana? Bapak emang kuat gotong saya ke uks?"

"Ambil dulu aja duit mu ditas, baru kesini lagi."

"Ya tuhan pak... Kalo saya ambil duit saya sekarang saya malah makin ga bisa makan"

Jaeyun diam menatap dua laki-laki yang tengah berdebat dihadapannya itu, ia melirik beberapa roti dan minuman pesanan orang didepannya itu.

"Minggir kamu, saya mau layanin yang bayar aja." Usir pria paruh baya itu pada pria tinggi dengan topi kerucut dikepalanya itu.

Dapat Jaeyun tebak bahwa laki-laki tinggi itu pasti adik kelasnya yang sedang melaksanakan orientasi sekolah.

Pria tinggi itu pun menggeser tubuhnya dengan terpaksa, membiarkan orang dibelakangnya itu— Jaeyun untuk segera membayar pesannya.

"Eum.. pak, hitung sama yang itu juga ya?" Tunjuk Jaeyun pada beberapa roti dan minuman milik pria tinggi itu.

Pria tinggi itu melotot tak percaya.

"Totalnya empat puluh tujuh ribu tiga ratus." Ucap pria itu, lalu Jaeyun segera mengeluarkan selembar uang limapuluh ribu untuk membayarkan itu.

Setelah membayar, Jaeyun segera bergegas pergi meninggalkan mini market itu dengan pria tinggi dan pesanannya itu.

"Tuh udah dibayarin sama kakak kelasnya, lain kali kalo ga bawa uang jangan jajan disini" ucap pria paruh baya itu.

Mengabaikan pria paruh baya itu, sang pria tinggi itu segera bergegas menyusul Jaeyun seraya membawa kantong kresek berisi beberapa roti dan minumannya yang sudah dibayar oleh Jaeyun.

"Woi! Woi!" Panggilnya.

"Kak!" Pria tinggi itu menepuk bahu Jaeyun pelan dengan nafas yang masih terengah-engah akibat berlari.

Jaeyun menoleh, menatap pria tinggi dengan keringat yang bercucuran didahi nya itu.

"Haaahhh mahh kah sihh! Makasih!" Ucap pria tinggi itu pada Jaeyun.

Jaeyun tersenyum seraya menganggukkan kepalanya "sama-sama" jawabannya.

'manis banget anjir senyumnya' batin pria itu sambil tersenyum menatap Jaeyun.

Namun detik kemudian saat Jaeyun ingin kembali melangkah pergi, pria itu mencekal tangannya.

"Nama kakak siapa? Em.. kalo boleh tau."

"Jaeyun, itu nama aku."

"Eum... Boleh gua minta kontak kakak? Ah, tenang aja gua bukan mau iseng kok!"

Jaeyun lagi-lagi tersenyum, ia menganggukkan kepalanya lalu menyebutkan beberapa nomor kontaknya dan langsung disimpan oleh pria tinggi itu.

Bukan tanpa sebab Jaeyun berikan kontaknya itu, ia teringat adik kelas yang ditolak oleh Sunghoon saat ingin meminta kontaknya. Ia merasa kasihan, maka dari itu ia berikan kontaknya pada adik kelasnya itu agar adik kelasnya itu tak merasa sedih.

"Nama gua Riki kak, panggil kiki aja." Ucap pria tinggi bernama Riki itu.

"Woi itu anaknya!"

Riki menoleh kearah belakangnya dan mendapati beberapa panitia orientasi sekolah menuju kearahnya. Ia berdecak pelan seraya menghela nafasnya.

"Anjir ketahuan!"

Alih-alih kabur, Riki malah menyerahkan dirinya pada panitia orientasi itu. Toh, mau kabur juga dia sudah terlalu lelah untuk berlari.

"Nanti bales chat gua ya kak!" Teriak Riki seraya mengedipkan sebelah matanya pada Jaeyun.

Jaeyun hanya mengangguk sambil tersenyum.

No responses yet