Rajessa, menatap penuh takut kearah pria tua berseragam guru yang tengah berdiri didepan gerbang sambil menenteng sebuah rotan panjang. Ada rasa ingin menyerahkan diri, namun saat matanya menatap pada rotan panjang itu tiba-tiba niat baik dan nyalinya seketika ciut.
“mau masuk?”
Rajessa seketika tersentak lalu menoleh kebelakang, mendapati seorang pemuda dengan seragam yang sama dengan dirinya tengah duduk santai sambil memakan sebuah roti kemasan.
Rajessa diam, melihat perawakan berantakan pemuda itu membuat Rajessa berfikir pemuda itu adalah anak nakal. Baju dengan kancing yang terbuka, menampilkan kaos hitam bertuliskan ‘ 3 second ’ serta sepatu berwarna putih yang jelas-jelas melanggar aturan sekolah.
“kalo mau nunggu sipengkor cabut mah sampe jam 12 juga ga bakal cabut dia.” Ucap pemuda itu lagi.
Rajessa tetap diam, tak mau menanggapi ucapan pemuda nakal itu.
“lu kalo mau masuk ayo bareng gua, lewat pager belakang!” Tawar pemuda itu.
Rajessa hanya membisu, hanya mematung membelakangi pemuda itu.
Pemuda itu nampak jengah, pikirannya Rajessa benar-benar angkuh. Ingin sekali ia tinggalkan, namun di hati kecil pemuda itu terlintas sedikit rasa kasian.
Greb
Pemuda itu tanpa permisi langsung mengandeng tangan Rajessa, lalu membawanya paksa untuk mengikutinya.
“lepas! lo ga sopan banget sih anjing!” Ucap Rajessa kesal bercampur takut, meronta-ronta namun ikut berlari mengikuti kemana arah pemuda ini akan membawanya.
“bawel lu!” Kekeh pemuda itu.
Tak lama kemudian mereka sampai digerbang belakang sekolah mereka, baik Rajessa maupun pemuda itu sama-sama terengah-engah mengatur nafasnya masing-masing.
“haaahhh… lu.. bisa manjat kan…?” pemuda itu menatap Rajessa sambil terengah-engah.
Rajessa menatap kearah tembok setinggi 2 meter itu, kemudian menggeleng.
“siniin tas lu!” Pinta pemuda itu.
Rajessa nampak ragu awalnya, namun kemudian ia berikan tas nya pada pemuda itu. Namun tak disangka, pemuda itu malah melemparkan tas mereka kedalam pagar.
“biar gampang manjatnya, sini!” titah pemuda itu lalu berjongkok dihadapan Rajessa.
“mau ngapain?” Tanya Rajessa ragu.
“lu katanya tadi ngga bisa manjat, yaudah sini injek pundak gua”
“Ga ah! Nanti jatoh!”
“kagak anjir! Yakin dah, lagian badan lu yang kecil itu ga berat-berat amat. Yakin gua, ayo sini!” pemuda itu menepuk pundaknya mengisyaratkan Rajessa untuk segera naik.
Dengan ragu-ragu Rajessa pijakkan kakinya satu persatu pada pundak pemuda itu.
“p-pelan-pelan anjir!” Panik Rajessa saat pemuda itu perlahan berdiri.
“iya iya!”
Saat sudah berdiri sempurna, Rajessa segera melangkahkan kakinya melewati tembok tinggi itu.
“kalo ga berani loncat, duduk dulu ditemboknya. Nanti biar gua bantu turun.”
“he’em” Rajessa mengangguk pelan.
Kemudian pemuda itu mengambil ancang-ancang untuk melompat, ia berjalan mundur beberapa langkah lalu —
Greb
Ia berhasil lompati pagar setinggi 2 meter itu, bakan langsung sampai didalam area sekolah.
“jangan pergi dulu! gue belom turun!”
“iya kecil, iyaa”
Rajessa mendengus pelan, sementara pemuda itu segera memposisikan dirinya tepat dibawah Rajessa, membelakangi Rajessa agar ia dapat menginjakkan kakinya pada pundak pemuda itu.
“pelan-pelan!”
“iyaa bawel! Cepetan turun!”
Rajessa pun mulai menginjakkan kakinya pada pundak pemuda itu, kemudian pemuda itu perlahan duduk berjongkok agar Rajessa dapat turun dengan selamat.
“makasih — ” ucap Rajessa sambil mengambil tasnya yang tergeletak di tanah.
“Septian, panggil aja Tian.” pemuda itu memperkenalkan dirinya.
“makasih Septian, maaf juga gue sempet berprasangka buruk.”
“santai, lu?”
“gue Rajessa, anak ipa 2. Panggil aja Jessa.”
Pemuda itu, Septian mengangguk paham.
“pantesan ga pernah liat, anak Ipa ternyata. Yaudah gua cabut kekelas gua ya, Jessa. See u!”
“e-eh iya. See u Tian!”
Rajessa dan Septian sama-sama bergegas ke kelasnya masing-masing, berlari berlawanan arah mengejar waktu agar tak semakin terlambat.
“lucu juga, kecil kayak uget-uget” — Septian
“ganteng juga, kalo diperhatiin” — Rajessa