Sore itu, Seth yang baru saja pulang dari kantornya langsung bergegas masuk kedalam rumahnya. Betapa bahagianya ia saat dapati senyum manis Java menyambut kepulangannya.
Ia langsung bawa suaminya itu kedalam pelukannya, tangannya dengan lembut mengusap punggung sempit itu.
“I miss you..” bisiknya, buat Java terkekeh pelan.
Bukankah seharusnya ia yang mengatakan hal itu, sebab ia juga sama rindunya dengan suaminya itu.
“I miss you, too..” balasnya.
Merekapun merenggangkan pelukannya dan saling menatap sambil tersenyum, Seth peluk pinggul suaminya itu, sementara Java menautkan kedua tangannya dipundak suaminya.
Jarak diantara mereka kian menipis saat Seth tundukkan kepalanya hingga sejajar dengan milik Java, netra keduanya sama-sama terpejam.
Lalu detik berikutnya bibir keduanya saling menempel dengan lembut, Seth sesap ranum tebal suaminya itu pelan, sambil mengusap-usap pinggulnya dengan lembut. Seraya beri sedikit pijatan agar suaminya itu merasa nyaman.
“Mnhhhh…” lenguh indah terlantun dari bibir yang lebih mungil, jemari lentiknya kompak meremas lembut surai sang dominan.
Dua belah bibir yang saling tumpang tindih itu nampak nyaman saling sesap, hingga tampa sadar buat liur menetes keluar.
Dalam cumbuan itu, Seth tuntun suamunya itu untuk berpindah duduk diatas sofa yang tak jauh dari mereka.
Kemudian dengan sigap tanpa melepas cumbuannya, Java dudum diatas pangkuan suaminya.
Ia peluk erat tungkai suaminya itu, sambil terus menikmati lumatan-lumatan lembut yang ia dapatkan. Matanya terpejam hikmat dengan mulut yang tak henti-hentinya melafalkan lenguh indah.
“Hnghhhh… mnhhh~..”
Ia tak ingin melepaskan cumbuan itu, namun sialnya pasok oksigennya semakin terbatas buat ia mau tak mau harus melepaskan cumbuannya dengan sang suami.
Deru nafas beradu kencang, baik ia dan Seth sama-sama kewalahan namun sangat puas setelah menyalurkan rasa rindunya lewat sebuah cumbuan.
Seth usap pinggul suaminya itu lembut, “bibi udah pulang?” Tanya nya.
Java mengangguk sambil tersenyum, “aku suruh bibi cepat pulang, biar aku bisa cium kamu… kalo ada bibi kan malu…”
Seth terkekeh pelan lalu bubuhkan sebuah kecupan pada ranum yang tampak kemerahan itu.
Java tertawa pelan, namun saat ia ingin balas kecupan itu dirinya justru meringis merasakan ngilu dibagian perutnya.
“Shhhh..”
Seth yang paham langsung beri elusan lembut pada permukaan perut Java yang tampak buncit itu.
“kecil, kamu tendang-tendang perut Dadda lagi ya… hari ini udah berapa kali tendangin perut Dadda…” ucapnya mengajak sosok bayi didalam sana untuk berbicara.
Java terkekeh pelan, biarkan sang suami mengusap perutnya lembut.
“Mungkin dia tau kalau Baba nya sudah pulang, dia kangen Baba nya…”
Seth tersenyum, lalu menghujami perut buncit itu dengan ciuman, buat Java tertawa merasakan geli.
“Hahahahaha… udah… kamu mandi dulu, nanti ngobrol lagi sama adik..”
Seth mengangguk paham lalu mencium kedua pipi suaminya itu dengan gemas, “kamu mau disini dulu, atau mau ikut?”
“Ikut mandi?”
“Boleh, kalau kamu mau..”
Java tertawa pelan sambil menggeleng, “aku tunggu disini aja, aku juga lagi pengen nonton…” ucapnya.
Seth tersenyum lalu pindahkan posisi duduk pria manis itu dengan menempatkan beberapa bantal disekitarnya.
“Kalau butuh apa-apa langsung teriak aja panggil aku.” Ucapnya.
Java mengangguk sambil mengusap perut buncitnya pelan, “iyaa sayang..”
Seth baru saja selesai membersihkan dirinya, namun rambutnya masih tampak basah. Dengan handuk kecil ditangannya, ia berniat meminta suami cantiknya itu untuk mengeringkannya.
Namun saat ia sampai diruangan tempat Java menonton, ia tak mendapati suaminya iti disana lagi.
“Sayang?!” Panggilnya dengan suara lantang.
“Didapur!!”
Ia lantas bergegas menyusul suaminya itu didapur dengan buru-buru.
“Kamu ngapain?” Tanya Seth khawatir.
“Aku pengen hot chocolate, jadi aku bikin. Aku bikin 2 buat kamu juga…” ucap pria itu semangat, buat Seth menghela nafasnya pelan.
“Kenapa nggak tunggu aku? Aku bisa loh bikinin untuk kamu..”
Java menggeleng pelan, “aku mau bikin sendiri, kalo kamu yang bikin rasanya kurang manis.” Ucapnya.
Seth terkekeh pelan, walaupun ia bisa melakukan semuanya untuk Java, tapi untuk urusan dapur ia memang payah.
“Yaudah aku bantuin sini..”
Java kembali menggeleng, “aku mau buat sendiri aja, aku kangen masak soalnya..” ucapnya.
Memang sejak usia kandungannya semakin tua, Java sudah tak diperbolehkan melakukan banyak pekerjaan oleh suaminya itu. Bahkan jika bisa, suaminya itu hanya ingin ia berbaring diam diatas kasur.
“Please…” mohonnya.
Seth tak dapat berbuat banyak, ia hanya mengangguk sambil tersenyum. Lagi pula Java hanya membuat dua cangkir coklat panas.
“Terimakasih baba…” ucapnya senang lalu berbalik menatap pada air yang tengah ia masak itu.
Sebuah tangan melingkar diatas perutnya, kemudian disusul dengan dagu yang bersandar dipundaknya.
“Berat ya pasti bawa adik kemana-mana kayak gini?”
Java terkekeh sambil mengelus tangan suaminya itu, “berat, tapi aku nggak keberatan, soalnya aku sayang anak ini.” Ucapnya.
Seth tersenyum, tangannya yang semula berada diatas perut Java kini berpindah kebagian perut bawah. Seth tampak sedikit mengangkat bagian perut itu seakan tengah menggendongnya, buat Java sedikit terkejut.
“Seth..”
“Nggak apa-apa, kata dokter justru bagus. Biar kamu relax sayang…” ucapnya.
Java mengangguk pelan, ia sandarkan tubuhnya pada dada bidang suaminya sementara perutnya ditopang oleh tangan suaminya.
Java memejamkan matanya nyaman, tububnya terasa sangat ringan bak tak membawa beban apapun.
Ia lantas tersenyum, “makasih ya…” ucapnya.
Seth mengangguk sambil tersenyum, “enak nggak?”
Java mengangguk, “enak, rasanya ringan banget… kayak nggak ada beban…”
Seth terkekeh pelan, namun tak lama kemudian panci rebusan air itu berbunyi, menandakan air sudah siap untuk dikonsumsi.
“Biar aku aja yang seduh sama bawa cangkirnya, kamu langsung kedepan aja…” ucapnya.
Java menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, “makasih ya, kamu memang yang terbaik untuk aku..”