Eren
3 min readJan 2, 2025
ten stalks of roses

Suasana ramai penuh haru memenuhi auditorium kampus, suka cita dirasakan para mahasiswa dan mahasiswi merayakan kelulusan mereka setelah empat tahun berjuang.

Tak terkecuali Jinan, walau sempat hancur untuk beberapa waktu yang lalu Jinan mulai berusaha untuk menerima semuanya dengan lapang hati.

Hubungannya yang sempat merenggang dengan sang ibunda dan kedua temannya pun kini sudah membaik, sabab mau bagaimanapun keadaannya, ini semua adalah keputusan Jinan. Mereka selaku orang terdekat Jinan harusnya mendukungnya disaat susah seperti ini bukan?

Namun walaupun begitu, Jinan tetap merasa sedikit sedih sebab pak Agam benar-benar tak terlihat batang hidungnya disana. Pria itu benar-benar menuruti permintaan Jinan untuk tak datang saat acara wisuda nya.

“Makasih… makasih selalu support gue sampai detik ini, kalau nggak ada kalian mungkin gue udah ngelakuin banyak hal bodoh.” Ucap Jinan memeluk dua sahabatnya, Bayu dan Gathan.

Bayu dan Gathan kompak mengangguk sambil membalas pelukan Jinan dengan senyum diwajahnya.

“Makasih juga lo tetep mau bertahan hidup, walaupun gue tau belakangan ini pasti rasanya pengen mati.” Ucap Gathan buat Jinan terkekeh pelan.

“Ini bukan akhir buat lu Ji, jadiin ini pelajaran. Kita sama-sama maju buat masa depan, kita harus terus sama-sama dan saling support kayak gini.”

“Iya Bayu, Gathan.. tapi ada yang mau gue kasih tau ke kalian.” Ucap Jinan sambil tersenyum canggung buat Gathan dan Bayu saling pandang.

“Gue bakal ikut mama, pindah rumah juga karna mama pindah tugas.” Ucapnya buat dua sahabatnya itu terkejut.

“Kok baru bilang anjir? Jahat banget lo!”

“Gue juga baru dikasih tau kok sama mama. Kalian jangan sedih, kita masih bisa kabar-kabaran atau kalian bisa main ketempat gue nanti? Siapa tau mau jenguk ponakan.” Ucapnya sambik terkekeh pelan.

Bayu tersenyum sambil menepuk pundak Jinan pelan, “mulai hidup yang baik disana, jangan sedih-sedih lagi. Gua sama Gathan pasti selalu support lo kok dari sini.”

Jinan mengangguk lalu memeluk sahabatnya itu bergantian.

“Gue ketoilet dulu ya bentar, tiba-tiba kebelet. Ntar kalo mama nanyain tolong kasih tau.” Ucap Jinan lalu bergegas menuju toilet.

Untungnya toilet saat itu sangat sepi, bahkan tak ada satupun orang disana, buat Jinan tak perlu menunggu lama untuk mengantri.

Klek

Ia tutup bilik toiletnya lalu mulai buang air kecil disana. Setelah selesai ia buru-buru merapikan dirinya dan bersiap untuk kembali ke auditorium untuk berfoto bersama temannya.

Namun saat ingin membuka pintu kamar mandi, Jinan dikejutkan dengan kehadiran pak Agam yang berdiri dihadapannya dengan sebuah buket mawar merah ditangannya.

Jinan seketika berdegup kencang, ia membeku, tatapannya terkunci pada pak Agam.

“Maaf saya datang.” Ucap pria itu, sukses buat Jinan hampir menangis sebab ia sangat merindukan sosok dihadapannya itu.

“Selamat atas wisudanya Jinan, maaf saya bikin kamu susah belakangan ini.. semoga kamu diberikan kesuksesan untuk karir kamu..” pak Agam berikan buket berisi 10 tangkai mawar merah.

Jinan menundukkan kepalanya, tangannya kaku bahkan untuk sekedar menerima buket itu.

“Jinan, saya rindu.” Ucap yang lebih tua.

Jinan masih membeku, buat pak Agam geram dan mendorong Jinan masuk kedalam kamar mandi itu.

Ia cium bibir yang lebih muda tanpa izin lebih dulu, sementara yang lebih muda ikut balas lumat pada ranum lembut yang lebih tua.

Jinan kalungkan kedua tangannya pada pundak pak Agam sementara pak Agam peluk pinggul Jinan dengan satu tangannya.

Kecupan demi kecupan saling mereka bubuhkan, lalu disambut dengan bibir yang saling melumat dengan sesap-sesap nikmat buat keduanya seakan terbuai dalam cumbuan.

Mcch mpphh~..” decap decap basah bersautan.

Keduanya benar-benar bercumbu hebat seakan takkan terpisahkan. Namun Jinan yang semula terbuai tiba-tiba sadar dan langsung melepaskan tautan keduanya.

Ia menunduk dengan nafas naik turun, buat pak Agam bingung.

Pak Agam dengan lembut menarik dagu Jinan agar mendongak menatapanya, ia sungguh rindu dengan mahasiswanya itu.

“Saya kangen kamu.” Ucap pak Agam seraya mengusap pipi Jinan lembut dengan ibu jarinya.

Jinan langsung membuang pandangannya, walau ia juga sama rindunya tapi ia tak mau kembali terbuai dan lakukan kesalahan.

“Jinan — ”

“Saya mau keluar, acaranya belum selesai. Maaf pak..” pamit Jinan lalu berlari meninggalkan pak Agam yang masih berdiri menatapnya.

Bahkan buket yang sempat pak Agam bawakan untuknya pun tak ia terima, bukan tak menghargai tapi Jinan tak ingin lebih sakit lagi.

No responses yet