“Woaahh pantes lo betah banget disini, ternyata tempatnya tenang banget, gak berisik kayak disana.” Jevan, manager Java yang baru saja tiba itu terkagum-kagum melihat suasana kota yang sangat asri, masih banyak pepohonan. Tak seperti dikota mereka, yang jumlah gedungnya jauh lebih banyak.
Java terkekeh, “orang disini juga baik baik, gak kayak — ” ia tiba-tiba mengentikan ucapannya, saat teringat bagaimana toxic nya lingkungan kerjanya disana.
Jevan yang mengerti pun langsung merangkul bos yang sudah seperti teman karibnya itu.
“Ayo ajak gue keliling daerah sini.”
Java terkekeh, “emang gak capek?”
Jevan menggeleng, “kalaupun capek, rasanya bakal puas karna bisa liat pemandangan cantik.” Ucapnya.
Java terdiam, ia tiba-tiba teringat dengan seseorang yang sudah satu minggu ini tak ia temui. Sejak hari itu semua langsung berubah, Java sudah tak pernah melihat atau bahkan bertemu Seth, padahal sebelumnya mereka selalu bertemu secara tak sengaja.
“Hei..”
“A-ah.. kamu mau ke taman? Taman disini cantik loh, banyak orang yang datang. Gak kayak taman disana, sepi.”
“Boleh, ayo tunjukin harus kearah mana.” Ucap Jevan dengan penuh semangat.
Kemudian Java pun tak kalah semangatnya membawa pria bertubuh jangkung itu ke taman yang ia maksud.
“Oke, kita break dulu bentar.”
Seth menghembuskan nafasnya lega, kemudian membawa kameranya menjauh dari beberapa orang disana.
Hari ini Seth bertugas memotret pra-wedding dari sepasang kekasih ditaman, ia merasa energinya sedikit terkuras karna pemotretan kali ini agak rumit. Sebab kondisi taman yang ramai oleh anak-anak kecil, dan tak jarang anak-anak itu tiba-tiba lewat dan mengacaukan fotonya.
Seth pun memilih duduk, agak menjauh dari beberapa staff yang lain.
“Dor!”
Sama sekali tak ada respon, sebab Seth tak merasa terkejut saat laki-laki bertubuh mungil itu tiba-tiba datang kelokasi pemotretannya.
“Pura-pura kaget gak susah padahal.” Cibir pria itu.
“Kamu tau, saya gak jago pura-pura” ucapnya sambil terkekeh, buat pria kecil itu mendecih pelan.
“gimana photo pra-wedding nya? Lancar?”
Seth menggeleng, “banyak anak kecil masuk frame, mungkin mereka penasaran pengen ikut foto.” Ucapnya terkekeh.
“Hahaha… jangan khawatir, nanti aku handle anak-anak disini, biar gak ganggu lagi.”
Seth mengangguk sambil tersenyum, “makasih ya.”
“Hm, anyways.. gue bawa tiramissu cake, kesukaan lo. Biar lo makin semangat kerjanya.” Shion berikan sekotak kue tiramissu kesukaan Seth itu padanya.
“Repot-repot, makasih kue enaknya.” Ucap Seth sambil menerima sekotak kue itu.
“Itu gak gratis btw, lo harus bayar. Tapi bayarnya pake itu, fotoin gue sekarang.” Ucap Shion menunjuk benda yang sering Seth bawa kemana-mana itu.
Seth tertawa pelan, kemudian segera meminta pria kecil itu berpose sementara ia memotretnya.
“Cihh.. ternyata yang cantik bukan cuma aku ya, dasar buaya!” Umpat Java, dari kejauhan saat menyaksikan bagaimana Seth memotret orang lain selain dirinya.
“Nih, gulali nya.” Jevan datang dengan gulali ditangannya, namun sama sekali tak digubris oleh Java, justru raut kesal yang ia dapatkan.
“Je…”
“Kenapa? Lo kenapa?” Tanya Jevan bingung saat melihat raut sedih diwajah pria itu.
“Peluk aku please, aku lagi sedih..”
Walaupun bingung, pria itu tetap menuruti apa yang Java pinta. Ia segera peluk pria yang lebih mungil darinya itu dengan erat, sambil ia berikan tepukan-tepukan pelan agar pria itu tenang.
Namun diujung sana, saat Seth tengah asyik memotret Shion, secara tak sengaja siluet Java dan Jean masuk dalam frame nya. Buat laki-laki itu terkejut bukan main, mendapati pria yang ia rindukan setengah mati itu tengah berpelukan dengan orang lain.
Raut wajahnya pun seketika berubah menjadi kesal, ia pun mematikan kameranya dan kembali duduk disebuah bangku kayu disana.
“Kak Seth, kliennya minta dilanjut besok. Katanya bakal bayar lebih kok, soalnya dia baru dapat telfon kalo orang tuanya masuk rumah sakit.” Ucap Berlyn yang tiba-tiba datang menghampirinya.
Seth mengangguk pelan, “mereka gak perlu bayar lebih buat saya.” Ucapnya.
“Loh?”
“Gak ada yang bisa memprediksi musibah, bukan salah mereka kalau photo nya harus ditunda.”
Berlyn mengangguk mengerti, Seth memang pria yang baik.
“Eum.. nanti aku sampein.” ucapnya lalu bergegas menuju para staff yang berkumpul disana.
“Ayo pulang.” Ucapnya pada Shion.
Shion tau betul ada perubahan dari nada bicara laki-laki itu, terdengar seperti sedang kesal.
“Lo sebel karna yang tadi?” Tanya Shion penasaran.
Seth menggeleng, “saya nggak kesal, saya cuma pengen pulang. Saya capek.” Ucapnya.
Matanya melirik kearah dimana ia melihat Java yang tadi berpelukan dengan pria lain, namun mereka tampaknya sudah pergi dari sana. Laki-laki itu menghela nafasnya gusar, ia merasa sangat kesal dan sedikit kecewa.
Ia dan Shion pun bergegas meninggalkan taman itu, berjalan diatas trotoar menuju sebuah halte bus yang tak jauh dari sana.
Namun baru beberapa langkah, secara kebetulan ia dan Java kembali bertemu, tentu dengan laki-laki yang memeluk nya.
Keduanya kompak berhenti, saling menatap namun kemudia Seth buang muka. Tak ingin Java sakit kepala karna melihat wajahnya, namun juga tak ingin lihat lelaki manis itu dengan gandengan barunya.
Java terdiam sejenak, sudah lama ia tak lihat wajah itu. Namun wajah itu justru berpaling menatap pada wajah lain disebelahnya, buat dada Java terasa seperti tercubit.
Ia tersenyum kecut, ia merasa sangat kecewa dengan lelaki itu. Padahal sebelumnya lelaki itu memohon padanya untuk mempercayainya.
Ternyata sudah ada yang gantikan cantiknya dihati pria itu.