Eren
5 min readJun 4, 2023
—would you still love me the same?

Jake diam menatap Samuel dengan bayi kecil ditangannya itu. Hatinya masih sakit mengetahui bayi kecil itu tak nyata, bahkan semua kebahagiaan yang Samuel berikan untuknya juga tak nyata.

Ia mengusap sudut matanya yang kembali mengeluarkan air.

"Nicho laper hmm.. Mau nenen hmm.. Ayo kita liat papih" Samuel menciumi pipi bayi kecil itu lalu menghampiri Jake lalu memberikan bayi itu padanya.

Namun tak ada respon apapun dari Jake. Ia hanya diam menatap bayi kecil itu.

"Sayang?"

Jake berpindah, ia duduk diatas pangkuan suaminya itu lalu ia peluk leher Samuel kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk lelaki itu.

Ia menangis sejadi-jadinya disana tanpa memedulikan bayi kecil yang terhimpit diantara mereka.

"Sayang, hei.." Ucap Samuel panik, ia membaringkan bayi kecil itu di sampingnya lalu membalas pelukan yang Jake berikan.

Ia usap punggung Jake yang naik turun bergetar karna tangisannya.

"Ayo pulang Sam.. Hiks.. Sakit.." Jake mengeratkan peluknya pada leher Samuel.

"Kita udah dirumah sayang, pulang kemana lagi? Kamu kenapa.. Coba jelasin pelan-pelan" Samuel mengelus surai milik Jake.

Jake melonggarkan peluknya, netranya menatap manik milik Samuel.

Kemudian ia pertemukan ranumnya dengan milik Samuel. Ia lumat bibir Samuel dengan lembut sambil ia elus rambut hitam milik Samuel. Air matanya tak berhenti mengalir membasahi pipinya saat ia masih mencium Samuel.

Samuel hanya diam, ia tak bereaksi apapun pada ciuman yang Jake berikan. Ia hanya membiarkan Jake melakukan sesukanya.

Sampai akhirnya Jake menyudahi aksinya itu.

"Udah tenang, hm?" Samuel mengelus rambut milik Jake.

Jake menggeleng, air matanya terus menetes keluar hingga membasahi bajunya.

"Do you love me, Sam?" Ucap Jake dengan suaranya yang bergetar.

Samuel mengeratkan peluknya. "Of course, i love you, Jake."

"If you really love me, why you make me like shit?"

"Sayang, kamu kenapa? Kamu mimpi buruk—"

"Ya, aku sekarang terjebak dimimpi buruk Sam. Mimpi buruk yang indah yang kamu buat ini akhirnya juga nyakitin aku." Jake terisak menatap Samuel.

"Memang kamu berhasil bikin aku ngerasa orang paling bahagia disini, tapi kamu mungkin lupa yang kamu kasih untuk aku semuanya nggak nyata Sam..." Jake tak kuat, ia kembali memeluk Samuel dan menangis di ceruk nya.

Samuel diam, bahkan pelukan yang sebelumnya ia eratkan kini melonggar.

"Kamu udah tau ya, Jake" Ucapnya dengan nada yang terdengar begitu menyedihkan ditelinga Jake.

Jake mengangguk, kamudian terdengar hela nafas yang keluar dari mulut Samuel.

"Orang-orang didunia nyata semuanya jahat Jake, orang tua kita juga sama-sama jahat kekita. Semua yang kita dapat didunia nyata nggak pernah adil. Sementara disini cuma ada kita berdua, aku dan kamu. Kita bisa ngelakuin apa aja yang kita mau disini." Samuel berucap dengan tatapan kosong lalu diakhiri dengan seringai disudut bibirnya.

Jake melonggarkan peluknya, ia tatap manik milik Samuel dengan mata sembabnya.

"Semuanya nggak nyata disini Sam, semuanya cuma ilusi yang bisa hilang kapan aja." Jake mengelus pipi milik Samuel.

"Nggak ada yang bakal hilang disini." Samuel berucap dengan penuh penekanan, rahangnya mengeras, tangannya mengepal hingga matanya menatap Jake tajam.

"Dan kamu nggak akan kemanapun Jake. Kamu akan disini selamanya sama aku."

Jake mulai ketakutan, sungguh Samuel saat ini sangat menakutkan.

Tangan bergetarnya bergerak mengelus rambut Samuel dengan lembut, lalu ia cium seluruh permukaan wajah milik Samuel. Hal itu ia lakukan bukan tanpa alasan, hal itu dilakukannya agar Samuel mau mendengarkanya.

"Sam, dengerin aku ya, sayang..."

"Kenyataan emang jahat tapi lebih jahat mana sama kebahagiaan sesaat yang nggak nyata?" Ucap Jake.

Suaranya parau, matanya kembali mengeluarkan bulir-bulir bening.

Namun Samuel seperti tak mendengar ucapannya, laki-laki itu masih menatapnya dengan tajam.

"Aku bahagia banget selama aku disini sama kamu, terlebih lagi waktu Nicho lahir.. Aku merasa hidup aku semakin lengkap. Aku punya suami yang baik, anak yang lucu."

Jake mengambil nafasnya dalam-dalam lalu kembali menyambung kalimatnya.

"Tapi kamu tau, setelah tau itu semua cuma ilusi yang kamu ciptain didalam mimpiku, aku hancur Sam... hiks.. A-aku tau kamu mau bikin aku bahagia tapi cara kamu salah hiks..

Kamu bikin semuanya seolah nyata, padahal semuanya cuma mimpi..hiks" Jake meremat pundak Samuel sambil menangis tersedu-sedu.

"Ayo kita pulang Sam... Hiks.. Ayo kita buat mimpi indah ini jadi kenyataan." Jake kembali memeluk tubuh Samuel.

Tangan Samuel terulur membalas pelukan pelukan Jake.

Ruang kamar, ranjang serta bayi kecil mereka mendadak hilang berganti dengan ruang gelap yang hampa.

"Kamu beneran mau pulang Jake?"

Jake mengangguk cepat.

"Kamu mau ninggalin aku sendirian disini?"

Jake menggeleng.

"Aku mau pulang sama kamu."

Samuel terkekeh seraya menggelengkan kepalanya.

"Aku antar kamu pulang—"

"Nggak! Aku harus pulang sama kamu! Kamu yang udah ngasih aku mimpi indah punya keluarga sama kamu, kamu harus tanggung jawab jadiin itu kenyataan!" Ucap Jake sambil memukul-mukul dada Samuel pelan.

"Aku gabisa Jake" Samuel mengelus surai milik kasihnya itu.

"Kamu gamau bukan gabisa" Jake mendengus.

"Aku nggak punya siapapun disana, kalaupun aku pulang kesana aku cacat Jake. Kamu tau kan kepalaku pecah karena kecelakaan? Gimana kalau nantinya aku lupa sama kamu?"

Jake terdiam, memorinya tentang kecelakaan Samuel kembali terekam di otaknya.

"Kamu punya aku Sam, kalaupun kamu sakit aku akan selalu ada di samping kamu"

Samuel terkekeh lalu mencium dahi milik Jake.

"Aku ngga bisa wujudin mimpi ini Jake"

"Bisa—"

"Aku antar kamu pulang atau kamu sama aku selamanya disini." Ucap Samuel final.

Jake kembali menangis sambil memeluk Samuel. "Aku mohon Sam.."

Samuel mengehela nafasnya kasar, sungguh ini juga pilihan sulit untuknya. Sebenarnya ia mau menuruti permintaan Jake, namun memikirkan kondisi fisiknya di kenyataan membuatnya berat.

Ia takut nantinya ia hanya akan menjadi beban untuk Jake, ia takut Jake akan malu mempunyai seorang yang cacat seperti dirinya, dan yang paling ia takuti adalah bagaimana jika Jake nantinya akan bosan dengannya yang tidak berdaya itu.

"Would you still love me the same, Jake?" Tanya Samuel dengan mantap.

Jake mengangguk.

"Yes Sam, of course"

"Oke, kita pulang"

Jake mengangkat kepalanya, matanya menatap Samuel tak percaya.

"Kamu serius kan?" Samuel mengangguk sambil tersenyum, lalu mengecup bibir milik Jake.

Sebuah cahaya tiba-tiba muncul bak pintu pembatas antara dunia itu dan dunia yang lain. Samuel bangkit lalu berjalan kearah cahaya itu bersama dengan Jake di gandengannya.

'Maaf'

Tiiiiiit—

Suara nyaring dari elektrokardiogram menggema di seluruh ruangan itu. Para dokter dan perawat yang telah berusaha keras memberi rangsangan pada jantung milik pasien itu mengembuskan nafasnya lesu.

"Catat waktu kematiannya" Ucap pria paruh baya dengan jas putih itu.

"Baik dok."

Pria itu berjalan keluar ruangan dengan langkah lesunya untuk menemui keluarga pasien didepan kamar rawat.

"Pasien atas nama Samuel dinyatakan meninggal dunia pada 12.21"

No responses yet